Sabtu, 01 Desember 2012

FILSAFAT PEMBALIKAN DAO


 Oleh: Nikolaus Ena

1 Pengantar
Lao Zi
Dalam realitas kehidupan manusia maupun alam semesta ini seringkali hal-hal yang berlawanan seperti besar-kecil, tua-muda, tinggi-rendah, jauh-dekat, suka-duka, baik-buruk, gemuk-kurus, ada-tidak ada dll. Persoalan ini membuat manusia dan alam tidak bisa menerima yang satu dan menghindari yang lainnya. Realitas ini bermunculan secara bersamaan meskipun pada saat yang berbeda. Misalnya; hari ini seorang gembira atau senang karena memperoleh sesuatu, akan tetapi suatu saat akan mengalami kesedihan setelah ia kehilangan apa yang diidamkannya itu.
Keberlawanan fenomen ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan. Hal ini disebabkan oleh  karena salah satu unsur lebih mendominasi dari unsur lainnya. Sadar atau tidak inilah realitas hidup yang dalam Daoisme disebut ketidakseimbangan. Coba di alam semesta ini hanya ada kekeringan yang terus menerus tanpa ada hujan. Lain lagi, coba membayangkan kalau dunia ini hanya ada siang saja, tanpa ada malam atau sebaliknya.
Tradisi Daoisme membahas hal-hal yang berbeda ini. Dalam Kitab Dao De Jing banyak ditemukan pernyataan yang bersifat kontradiktif atau berlawanan, misalnya, tambahkan sesuatu, maka ia akan berkurang, kurangi sesuatu, maka ia akan bertambah. Berbuat dengan tidak berbuat, ada dan ketiadaan dll. Interrelasi antara hal-hal yang berbeda ini diatur melalui sebuah hukum yakni hukum pembalikkan. Meskipun banyak perbedaan yang bertentangan, baik dalam alam semesta maupun dalam hidup manusia, tetapi semuanya berasal dari satu prinsip yang sama yaitu Dao.
Tulisan ini hendak menguraikan bagaimana Dao yang mengatur relasi hal-hal yang berlawanan, kontradiktif itu agar menjadi suatu sistem yang seimbang. Penulis mengajak kepada pembaca untuk melihat lebih dalam fenomena kontradiktif ini saling melengkapi satu terhadap yang lain. Tidak bisa memilih yang satu dan membiarkan yang lain. Keduanya memang  terpisah, tetapi Keduanya saling mengisi. Untuk memahami filsafat pembalikkan Dao terlebih dahulu kita perlu memahami konsep-konsep Dao.

2. Dao Sebagai Realitas Universal
Konsep Dao sudah dikenal di Cina jauh sebelum Lao Zi (604SM) yang mengemukakan pemahamannya yang lebih spesifik tentang Dao[1]. Konsep Dao  ini memiliki banyak pengertian. Dao diterjemahkan juga sebagai jalan, atau prinsip-prinsip moral. Dalam tradisi daoisme sebagaiman terungkap dalam buku Do De Jing mendapat arti yang berbeda yakni suatu entitas metafisis yang menjadi dasar dan tujuan segala sesuatu. Dengan kata lain, Dao mengacu pada realitas universal sekaligus merupakan realitas tertinggi. Pemahaman yang lebih metafisis tentang Dao dimulai oleh Lao Zi ketika ia mengamati kehidupan manusia. Dan fenomena alam yang ada di sekitarnya. Fenomen yang nampak berjalan secara alami dan teratur. Baginya, tidak mungkin keteraturan itu ada dengan sendirinya. Lao Zi menyimpulkan di balik semuanya itu ada sebuah realitas tertinggi yang essensinya tidak dapat dipahami, tetapi termanifestasi di dalam hukum universal seperti matahari yang terbit dan terbenam, tumbuhan yang ditanam dan dipanen, serta khidupan dan kematian manusia[2]
Kitab Dao De Jing memberikan pemahaman tentang Dao adalah sebagai berikut: Dao yang bisa disebut Dao, bukanlah Dao yang kekal. Nama yang bisa disebut nama, bukanlah nama yang abadi (DDJ 1). Dao itu mempunyai karakter keagungan. Keagungan ini karena karakter  Dao tidak dapat diungkapkan dan dibahasakan secara verbal. Keagungannya ini bersifat tanpa batas, tak berhingga. Wang keeping menyebut Dao sebagai proto-material yang menyusun alam semesta dan menciptakan segala sesuatu[3]. Dao mempunyai karakter metafisis. Para Daoist memandang Dao sebagai yang mahabesar, asal totalitas segala benda dan kehidupan[4]. Dao merupakan substansi yang darinya segala sesuatu ada, hidup dan mewujudkan diri. Dao juga sebagai  sesuatu yang merupakan sumber primordial dari setiap awal dan setiap akhir[5] .
Dao merupakan asla dari segala sesuatu yang ada dalam semesta yang tak dapat dibatasi secara verbal melalui pemberian nama yang memiliki dua aspek yang berbeda namun berelasi dalam dirinya yaitu Wu (non being) dan You (being). Wu tak dapat diterjemahkan dengan ketiadaan (nothing), sebab Wu adalah sesuatu yang konkrit, tetapi Wu menekankan aspek tersembunyi dari Dao[6]. Kedua aspek ini saling berelasi-berinteraksi yang mengungskapkan proses metafisis dari Dao. Tentang hubungan keduanya Lao Zi menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari ketiadaan dan akan kembali kepada ketiadaan dalam suatu gerak yang tanpa henti. Wu da You tidak hanya saling berlawanan, melainkan juga saling berinteraksi dan saling melahirkan[7]. Karena saling melahirkan, maka tak ada awal maupun akhir dalam gerakkan itu.

2.1 Dao Menjadi Induk Yang Melahirkan Segala Sesuatu
Dao adalah prinsip realitas segala sesuatu. Dao menjadi awal segala sesuatu yang ada dalam semesta. Meskipun demikian Dao tidak dapat disamakan dengan logos dalam fisafat Yunani. Dalam filsafat Yunani, logos diyakini sebagai sebab ynag merasuki dan meguasai kosmos. Ia lahir dari sabda ilahi para dewa yang merasuki dunia. Sedangkan Dao itu ada dengan sendirinya, kemudian menjadi awal yang menciptakan “satu”, “satu” melahirakn “dua”, “dua” melahirkan “tiga” “tiga” melahirkan segala hal yang lebih banyak lagi[8]. Laotzi menguraikan bahwa sifat semesta alam, berjuta-juta jenis benda dan makhluk di alam dunia ini berasal dari satu sifat, kemudian satu sifat itu menimbulkan sifat lain hingga berjuta-juta benda dan makhluk di seluruh alam ini[9].
Dao diibaratkan sebagai” bunda” oleh Lao Zi. Dao bukan hanya melahirkan, tetapi mempunyai tanggung jawab untuk merawat dan memelihara segala sesuatu. Semua ciptaan terus menerus diberi kehidupan oleh “ibunda” (Dao). Juga taiada habis diberi berkah dan kenikmatan[10].
Usaha untuk memahami segala sesuatu  yang ada di alam ini harus disertai dengan pengenalan akan induk yang melahirkan ini. Demikian juga dalam usaha mengenal Dao harus juga disertai dengan pengenalan yang mendalam terhadap segala uang lahir dirinya “bola dunia ini ada awalnya, awalnya itu dinamakan ibunda, bila sudah tahu ada ibunda baru tahu ada anaknya… sehingga terbebas dari bahaya disepanjang hidupnya (DDJ 52)[11] Dengan demikian gambaran tentang Dao sebagai ibunda yang melahirkan segala sesuatu akan lebih dijelaskan dalam hal-hal berikut:

2.1.1 Dao sebagai Non being
Ada dua aspek penting dalam konsep Lao Zi adalah You dan Wu. You diterjemahkan sebagai “being” sedangkan Wu diterjemahkan sebagai “non being”. Non being itu bukan soal “nothing”[12]. Aspek Wu lebih menekankan karakter Dao yang tak tersembunyi yang tak dapat dijangkau oleh pencerapan indera manusia. Dengan kata lain, Lao Zi untuk memberikan gambaran tentang dao sebelum terealisasi atau termanifestasi menjadi “being”[13] eksistensi Dao dalam dunia itu sudah ada sejak semula. Akan tetapi ia teramat jauh, terbatas, serta masih sebagai sesuatu yang tersamar. Sebelum Langit dan bumi diciptakan, keadaan sunyi dan hening. Keberadaan yang samar-samar itu tanggal  bebas dan identitasnya tidak pernah berubah[14].

2.1.2 Dao Sebagai Yang Tanpa Nama (wu ming)
Segala sesuatu yang ada baik dalam ruang dan waktu itu memiliki nama untuk menunjukkan identitas. Akan tetapi Lao Zi berbicara tentang sesuatu yang tanpa nama yakni sang Dao. Dengan menyebutkan Dao sebagai yang bernama, konsep Lao Zi justru menghadirkan konflik karena berlwanan dengan konsep dari Dao. Dengan argumen ini, maka Dao yang disebut sebagai yang tak bernama ternyata memiliki sebuah nama sebagai penanda identitas. Dalam Dao De Jing dikatakan: Dao yang bisa dikatakan Dao, bukanlah Dao yang kekal, Nama yang disebut nama, bukanlah  nama yang abadi[15](DDJ.1)

2.1.3 Dao Adalah Kekosongan (DDJ.4)[16]
Dao digambarkan secara unik sebagai “hal yang kosong”. Wang Keping mengungkapkan dua hal yakni; pertama, memberikan gambaran tentang esensi atau substansi Dao sebagai yang tak dapat diuraikan. Kedua; filsafat kekosongan dao adalah sebuah cara yang halus untuk melukiskan Dao yang tak pernah habis di dalam dirinya[17]. Ketiadaan ini mengungkapkan tak ada sesuatu pun yang terkandung di dalamnya.


2.1.4 Dao sebagai Yang Utuh dan  Tak Terbagi
Gambaran keadaan Dao yang dikatakan sebagai being memiliki karakter tersembunyi, tanpa bentuk, tanpa wujud, kemudian menciptakan satu hal yang mewujudkan dirinya dalam jutaan beings[18]. Artinya yang satu itu melahirkan segala sesuatu yang ada sebagaimana digagaskan oleh Lao Zi (DDJ 39). Di samping konsep satu merujuk pada yang utuh, tak terbagi tetapi mengindikasikan universalitas Dao atas Langit dan bumi serta segala yang ada dalam kosmos yang segalanya berasal dari dirinya.

2.1.5 Dao sebagai Yang Tak Dapat Diinderai
Menurut Wang Keping ada tiga gambaran Dao yakni sebagai yang tanpa nama, tanpa suara, dan tanpa bentuk[19]. Dengan kata lain, Dao itu tak dapat diinderai. Dari gagasan ini hendak mengatakan bahwa Dao sebagai nothing. Dao ada sebelum Langit diciptakan. Dao hadir sebagai sesuatu yang belum berbentuk. Karena tak dapat diinderai, dideskripshkan sebagai sesuatu yang tak kelihatan, tak mudah dimengerti, tak dapat digambarkan.

3. Filsafat Pembalikan Dao
Dari penjelasan sifat atau karakter Dao di atas kita mendapat suatu keterangan bahwa, Dao bukanlah sesuatu yang statis atau tetap, tetapi selalu bergerak. Pergerakkan ini menghasilkan sesuatu yang baru atau entitas baru. Yang disebut baru itu adalah perubahan. Dao melahirkan segala sesuatu di alam ini, maka segala sesuatu di ala mini keluar dari dirinya. Dao bergerak dengan bebas ke mana- mana seturut kehendaknya[20]. Dinamika semacam ini memberi perubahan bagi segala sesuatu dalam siklus perkembangan. Gambaran gerakkan ini diungkapkan oleh Lao Zi dengan menggunakan termin pembalikan. Seluruh semesta alam ini diliputi oleh dua aspek yaitu positif dan negatif  yang disebut dualisme[21], misalnya ada rasa senang hati dan marah, rasa suka dan duka, hidup dan mati.
Dalam alam ini gerak siklus ini bisa menjadi siklus yang tetap, tetapi tidak hanya ke depan, melainkan mengalami gerak mundur kembali ke titik awal. Gerakkan pembalikan ini ditentukan oleh Dao. Segala sesuatu tumbuhdan berkembang dalam Dao. Setelah semuanya itu, Dao menarik kembali kepada dirinya. Dao menjadi awal dan akhir, asal dan tujuan, sebab dan akibat bagi segala sesuatu. Lao Zi berkata gagasan pembalikan ini menampilkan suatu pandangan paradox atau kontradiktif. Hal ini seperti yang kita temukan dalam Kitab Dao De Jing. Misalnya; yang sangat sempurna sepertinya masih ada kekurangan, namun bila digunakan, tidak ada yang kurang[22] dan ada yang using  baru ada yang baru, ada yang sedikit baru ada yang banyak[23]

3.1 Dinamika Dao
 Dao mempuinyai sifat yang samar-samar. Dao berada di luar pencerapan indera manusia. Dao itu tanpa nama, tanpa bentuk, dan kosong. Dao tidak dapat diidentifikasikan keberadaannya atau kehadirannya. Akan tetapi usaha untuk meraskan Dao dapat dimulai dengan memahami gerakkannya yakni timbal balik antara ada (Taiji) dan kekosongan (Wuji). Kata pembalikan dipakai Lao Zi untuk mengunkapkan aspek dinamis Dao. Dinamika Dao ini di satu sisi hendak mengungkapkan adannya sebuah interrelasi antar dua hal yang berbeda, dan di sisi lain mengungkapkan gerakkan kembali kepada apa yang menjadi akar dari segala kesatuan hal-hal yang bertentangan itu[24]. Gerakkan menuju titik puncak merupakan harmonisasi dari dua hal ekstrim (dualisme) yaitu, Yi dan Yang yang disebut Taiji. Taiji sebagai keadaan absolut Dao. Sebagai yang memiliki absolutisme (taiji) dao memiliki sisi lain yang disebut nihilisme (wuji). Secara sederhana dapat digambarkan hubungan antara keduanya. Dapat diuraikan sebagai berikut. Ketika sesuatu berada di puncak tertinggi (taiji) pada saat yang sama sesuatu itu akan mengalami ketiadaan atau kekosongan (wuji) demikian pula sebaliknya.

4 Filsafat Pembalikan Dao Dalam Kehidupan Manusia
Filsafat pembalikan Dao itu telah ada dan dihidupi oleh alam dan manusia. Kehadiran Dao pada hal-hal atau fenomena  yang sederhana, yang tanpa manusia sadari. Manusia sepertinya menerima begitu saja tanpa adanya suatu pertanyaan reflektif yang menyentuh hakekat terdalam dari fenomena alam yang terjadi. Mengapa ada malam dan siang, mengapa ada suka dan duka, mengapa ada terang dan gelap, mengapa ada besar dan kecil, dan masih banyak pertanyaan yang kontradiktif lainnya. Bagi Dao dualisme semacam ini mendapat perhatian yang sangat serius dan membutuhkan suatu jawaban yang sulit. Ada terang dan ada gelap, ada suka dan ada duka dll. Hal ini mau menggambarkan bahwa adanya suatu pergerakkan perpindahan dari terang menjadi gelap, dari suka menjadi duka. Dengan demikian adanya suatu perubahan. Perubahan ini karena adanya tat gerak taiji da wuji yang berjalan dalam keteraturan dan keseimbangan. Keteraturan itu tidak berhenti hanya pada satu titik atau diawali dari satu titik. Setiap titik itu mnjadi awal dan akhir.
Keseimbangan artinya keduanya tidak adanya prinsip saling mendominasi antara satu dengan yang lain. Interrelasi antara taiji dan wuji dalam gerakan pembalikan terus menerus ini dapat dipahami dalam realitas kehidupan manusia. Contoh; setiap orang mempunyai suatu hasrat, cita-cita untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan, karir atau apa pun. Untuk itu ia senantiasa berusaha atau bekerja dengan sekuat tenaganya, dengan  menempuh berbagai macam  cara apapun dan ini secara terus menerus. Ketika orang mendapatkan segala sesuatu yang ia inginkan dapat dianalogikan denagn keadaan taiji. Akan tetapi manusia mempunyai kecenderungan tidak puas dan selalu ingin untuk mencari. Keinginan untuk mencari lagi menggambarkan ia tidak mempunyai apa-apa. Ia memulai adari titik awal lagi untuk mencapai tujuan yang baru. Keadaan yang tidak memiliki apa-apa ini dianalogikan sebagai keadaan wuji.
Dua aspek ini mau memberikan suatu filosofi kepada manusia bahwa haruslah menerima kedua relitas ini. Dalam Dao De Jing gagasan tentang taiji dan wuji ini tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling melengkapi. Ingatlah bahwa di dalam Dao yang absolute itu ada nuhilisme atau kekosongan, dan di dalam nihilisme ada absolutisme. Misalnya; baik-buruk, kuat-lemah, panjang- pendek, tinggi-rendah, mati-hidup, muda-tua dll. Sesuatu itu bisa disebutkan ata ada karena yang lain. Misalnya; yang baik itu bisa disebutkan karena ada yang baik, yang kuat itu bisa diketahui karena ada yang lemah.

5 Penutup
Segala sesuatu di alam semesta ini mengalami perubahan. Semuamya mengalami sebuah proses. Proses perubahan ini disebut hukum perubahan. Suatu benda itu dapat Berubah, tetapi hukum perubahan itu tetap, tidak berubah. Hukum ini merupakan hal yang mendasar. Perubahan sesatu itu menuju pada titik ekstrim dan pada saat yangberbeda juga ia akan kembali pada titik awal. Ada dimensi dualisme pengertian, misalnya; dari suka cita ke duka cita, dari pendek ke panjang, dari muda ke tua dan sebaliknya. Bagi Lao Zi hukum ini diyakini sebagai perubahan gerak Dao. Di dalam pengertian ini mengandung dua makna yaitu, pertama; tentang Dao yang selalu bergerak menurut hukum perubahan. Kedua; menunjukkan fungsi Dao untuk menghindari segala sesuatu dari posisi ekstrim melalui hukum perubahan[25].
Gerakkan Dao mengungkapakan interrelasi Yin dan Yang. Hal ini menunjukkan eksistensi Dao yang tertinggi. Dao adalah realitas tertinggi yang melahirkan segala sesuatu, tetapi sekaligus segala sesuatu itu kembali kepada dirinya. Misalnya; bila kita mengisi air di gelas hingga tumpah. Gelas yang penuh terisi air ini dapat dianalogikan bahwa telah mencapai titik ekstrim (puncak). Sedangakan air yang tumpah itu kembali kembali kepada dirinya. Dalam Dao perubahan semacam ini dikenal dengan taiji (titik puncak) dan wuji (kekosongan). Proses perubahan semacam ini secara terus menerus bergantian dan ini terjadi dalam realitas kehidupan manusia. Sebenarnya Dao itu telah kita geluti, gumuli setiap hari, Namun tidak pernah kita sadari akan hal ini. Segala sesuatu yang Berubah itu tidak sekedar suatu bahan atau materi yang dapat diraba, dirasakan, disentuh,dilihat tetapi Dao juga ada dalam setiap sifat dan karakter manusia. Perhatikan seorang manusia; ketika masih anak-anak sifatnya kekanak- kanakan, ketika dewasa sifatnya dewasa, tetapi ketika sudah tua kembali ke sifat anank-anak.
Hukum pembalikan ini tidak dapat ditolak dan disangkal oleh siapapun. Inilah gambaran gerak dinamis Yin dan Yang yang bergerak berubah tiada hentinya secara harmonis melalui siklus yang akan kembali kepada asalnya. Gerakkan berlawanan ini saling melengkapi. Dalam dao gerakkan ini untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan.
Dao mempunyai dua eksistensi yakni Wu (tiada) dan You (ada). Interaksi Wu dan You merupakan proses dinamis metafisis Dao yang melahirkan semesta. Dao disebut ibuda segala sesuatu. Dao adalah induk yang melahirkan, Dao memiliki relasi yang eksistensial yaitu menjamin keberadaan dan kelangsungan semesta alam dengan segala atributnya. Dao mengandung unsur ada dalam semua dan semua ada dalam Dao (ada sifat transenden dan imanen). Dao ada di dalam dunia dan di mana-mana, tetapi tidak dapat disentuh, tidak mempunyai bentuk, tak berwujud, tak bernama dan kehadirannya hanya samar-samar. Dao merupakan dasar segala peristiwa.



DAFTAR PUSTAKA
Ball, Pamela, The essence of Tao, London: Arcturus Publishing Limeted, 2006.
Bambang (ed.), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991.
Jawa Yohanes Kurniawan (Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT Widya Sasana,
Takwin Bagus, Filsafat Timur Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran Timur,Yogyakarta: Jalasutra, 2001.
Wang Andri, Dao De Jing, The Wisdom Of Lao Zi, Jakarta: Gramedia, 2009.
Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages Press,1998.








[1] Pamela Ball, The essence of Tao, London: Arcturus Publishing Limeted,2006. hlm.19.
[2] Ibid.
[3] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages Press,1998. hlm.32.
[4] Bagus Takwin, Filsafat Timur Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran Timur, Yogyakarta: Jalasutra, 2001. hlm. 67.
[5] Bagus Takwin.Loc.Cit
[6] Yohanes Kurniawan Jawa(Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT Widya Sasana, 2011, hlm.11.
[7] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.143.
[8] Bambang (ed.), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991, hlm.77
[9] Ibid.hlm.78.
[10]Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.33.
[11]Ibid. Op.Cit hlm.179.
[12] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages Press,1998,  hlm.33.
[13] Ibid. Op.Cit hlm.11.
[14] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia, 2009, hlm.93.
[15] Ibid. Op.Cit hlm.14.
[16] Ibid. Op.Cit hlm.26.
[17]. Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.37.
[18] Yohanes Kurniawan Jawa(Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT Widya Sasana, 2011, hlm.19.
[20] Ibid.hlm.93.
[21] Bambang (ed), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991, hlm.73.

[22] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.158.
[23] Ibid.Op.Cit.hlm.82.
[24] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages Press,1998, hlm.12.
[25] Bdk. Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages Press,1998, hlm.8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar