Oleh: Nikolaus Ena
1
Pengantar
Lao Zi |
Dalam realitas
kehidupan manusia maupun alam semesta ini seringkali hal-hal yang berlawanan
seperti besar-kecil, tua-muda, tinggi-rendah, jauh-dekat, suka-duka,
baik-buruk, gemuk-kurus, ada-tidak ada dll. Persoalan ini membuat manusia dan
alam tidak bisa menerima yang satu dan menghindari yang lainnya. Realitas ini
bermunculan secara bersamaan meskipun pada saat yang berbeda. Misalnya; hari
ini seorang gembira atau senang karena memperoleh sesuatu, akan tetapi suatu
saat akan mengalami kesedihan setelah ia kehilangan apa yang diidamkannya itu.
Keberlawanan
fenomen ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan. Hal ini disebabkan oleh karena salah satu unsur lebih mendominasi
dari unsur lainnya. Sadar atau tidak inilah realitas hidup yang dalam Daoisme
disebut ketidakseimbangan. Coba di alam semesta ini hanya ada kekeringan yang
terus menerus tanpa ada hujan. Lain lagi, coba membayangkan kalau dunia ini
hanya ada siang saja, tanpa ada malam atau sebaliknya.
Tradisi Daoisme
membahas hal-hal yang berbeda ini. Dalam Kitab Dao De Jing banyak ditemukan
pernyataan yang bersifat kontradiktif atau berlawanan, misalnya, tambahkan
sesuatu, maka ia akan berkurang, kurangi sesuatu, maka ia akan bertambah.
Berbuat dengan tidak berbuat, ada dan ketiadaan dll. Interrelasi antara hal-hal
yang berbeda ini diatur melalui sebuah hukum yakni hukum pembalikkan. Meskipun
banyak perbedaan yang bertentangan, baik dalam alam semesta maupun dalam hidup
manusia, tetapi semuanya berasal dari satu prinsip yang sama yaitu Dao.
Tulisan ini
hendak menguraikan bagaimana Dao yang mengatur relasi hal-hal yang berlawanan,
kontradiktif itu agar menjadi suatu sistem yang seimbang. Penulis mengajak
kepada pembaca untuk melihat lebih dalam fenomena kontradiktif ini saling
melengkapi satu terhadap yang lain. Tidak bisa memilih yang satu dan
membiarkan yang lain. Keduanya memang
terpisah, tetapi Keduanya saling mengisi. Untuk memahami filsafat
pembalikkan Dao terlebih dahulu kita perlu memahami konsep-konsep Dao.
2.
Dao Sebagai Realitas Universal
Konsep
Dao sudah dikenal di Cina jauh sebelum Lao Zi (604SM) yang mengemukakan
pemahamannya yang lebih spesifik tentang Dao[1].
Konsep Dao ini memiliki banyak
pengertian. Dao diterjemahkan juga sebagai jalan, atau prinsip-prinsip moral.
Dalam tradisi daoisme sebagaiman terungkap dalam buku Do De Jing mendapat arti
yang berbeda yakni suatu entitas metafisis yang menjadi dasar dan tujuan segala
sesuatu. Dengan kata lain, Dao mengacu pada realitas universal sekaligus merupakan
realitas tertinggi. Pemahaman yang lebih metafisis tentang Dao dimulai oleh Lao
Zi ketika ia mengamati kehidupan manusia. Dan fenomena alam yang ada di
sekitarnya. Fenomen yang nampak berjalan secara alami dan teratur. Baginya,
tidak mungkin keteraturan itu ada dengan sendirinya. Lao Zi menyimpulkan di balik
semuanya itu ada sebuah realitas tertinggi yang essensinya tidak dapat
dipahami, tetapi termanifestasi di dalam hukum universal seperti matahari yang
terbit dan terbenam, tumbuhan yang ditanam dan dipanen, serta khidupan dan
kematian manusia[2]
Kitab
Dao De Jing memberikan pemahaman tentang Dao adalah sebagai berikut: Dao yang bisa disebut Dao, bukanlah Dao yang
kekal. Nama yang bisa disebut nama, bukanlah nama yang abadi (DDJ 1). Dao
itu mempunyai karakter keagungan. Keagungan ini karena karakter Dao tidak dapat diungkapkan dan dibahasakan
secara verbal. Keagungannya ini bersifat tanpa batas, tak berhingga. Wang
keeping menyebut Dao sebagai proto-material yang menyusun alam semesta dan
menciptakan segala sesuatu[3].
Dao mempunyai karakter metafisis. Para Daoist memandang Dao sebagai yang
mahabesar, asal totalitas segala benda dan kehidupan[4].
Dao merupakan substansi yang darinya segala sesuatu ada, hidup dan mewujudkan
diri. Dao juga sebagai sesuatu yang
merupakan sumber primordial dari setiap awal dan setiap akhir[5] .
Dao
merupakan asla dari segala sesuatu yang ada dalam semesta yang tak dapat
dibatasi secara verbal melalui pemberian nama yang memiliki dua aspek yang
berbeda namun berelasi dalam dirinya yaitu Wu
(non being) dan You (being). Wu
tak dapat diterjemahkan dengan ketiadaan (nothing),
sebab Wu adalah sesuatu yang konkrit,
tetapi Wu menekankan aspek tersembunyi dari Dao[6].
Kedua aspek ini saling berelasi-berinteraksi yang mengungskapkan proses
metafisis dari Dao. Tentang hubungan keduanya Lao Zi menjelaskan bahwa segala
sesuatu yang ada berasal dari ketiadaan dan akan kembali kepada ketiadaan dalam
suatu gerak yang tanpa henti. Wu da You tidak hanya saling berlawanan,
melainkan juga saling berinteraksi dan saling melahirkan[7].
Karena saling melahirkan, maka tak ada awal maupun akhir dalam gerakkan itu.
2.1
Dao Menjadi Induk Yang Melahirkan Segala Sesuatu
Dao adalah
prinsip realitas segala sesuatu. Dao menjadi awal segala sesuatu yang ada dalam
semesta. Meskipun demikian Dao tidak dapat disamakan dengan logos dalam fisafat
Yunani. Dalam filsafat Yunani, logos diyakini sebagai sebab ynag merasuki dan
meguasai kosmos. Ia lahir dari sabda ilahi para dewa yang merasuki dunia.
Sedangkan Dao itu ada dengan sendirinya, kemudian menjadi awal yang menciptakan
“satu”, “satu” melahirakn “dua”, “dua” melahirkan “tiga” “tiga” melahirkan
segala hal yang lebih banyak lagi[8].
Laotzi menguraikan bahwa sifat semesta alam, berjuta-juta jenis benda dan
makhluk di alam dunia ini berasal dari satu sifat, kemudian satu sifat itu
menimbulkan sifat lain hingga berjuta-juta benda dan makhluk di seluruh alam
ini[9].
Dao diibaratkan
sebagai” bunda” oleh Lao Zi. Dao bukan hanya melahirkan, tetapi mempunyai
tanggung jawab untuk merawat dan memelihara segala sesuatu. Semua ciptaan terus
menerus diberi kehidupan oleh “ibunda” (Dao). Juga taiada habis diberi berkah
dan kenikmatan[10].
Usaha untuk memahami segala
sesuatu yang ada di alam ini harus
disertai dengan pengenalan akan induk yang melahirkan ini. Demikian juga dalam
usaha mengenal Dao harus juga disertai dengan pengenalan yang mendalam terhadap
segala uang lahir dirinya “bola dunia ini ada awalnya, awalnya itu dinamakan
ibunda, bila sudah tahu ada ibunda baru tahu ada anaknya… sehingga terbebas
dari bahaya disepanjang hidupnya (DDJ 52)[11]
Dengan demikian gambaran tentang Dao sebagai ibunda yang melahirkan segala
sesuatu akan lebih dijelaskan dalam hal-hal berikut:
2.1.1
Dao sebagai Non being
Ada
dua aspek penting dalam konsep Lao Zi adalah You dan Wu. You diterjemahkan
sebagai “being” sedangkan Wu diterjemahkan sebagai “non being”. Non being itu
bukan soal “nothing”[12].
Aspek Wu lebih menekankan karakter Dao yang tak tersembunyi yang tak dapat
dijangkau oleh pencerapan indera manusia. Dengan kata lain, Lao Zi untuk
memberikan gambaran tentang dao sebelum terealisasi atau termanifestasi menjadi
“being”[13]
eksistensi Dao dalam dunia itu sudah ada sejak semula. Akan tetapi ia teramat
jauh, terbatas, serta masih sebagai sesuatu yang tersamar. Sebelum Langit dan
bumi diciptakan, keadaan sunyi dan hening. Keberadaan yang samar-samar itu
tanggal bebas dan identitasnya tidak
pernah berubah[14].
2.1.2
Dao Sebagai Yang Tanpa Nama (wu ming)
Segala
sesuatu yang ada baik dalam ruang dan waktu itu memiliki nama untuk menunjukkan
identitas. Akan tetapi Lao Zi berbicara tentang sesuatu yang tanpa nama yakni
sang Dao. Dengan menyebutkan Dao sebagai yang bernama, konsep Lao Zi justru
menghadirkan konflik karena berlwanan dengan konsep dari Dao. Dengan argumen ini,
maka Dao yang disebut sebagai yang tak bernama ternyata memiliki sebuah nama
sebagai penanda identitas. Dalam Dao De Jing dikatakan: Dao yang bisa dikatakan Dao, bukanlah Dao yang kekal, Nama yang disebut
nama, bukanlah nama yang abadi[15](DDJ.1)
2.1.3
Dao Adalah Kekosongan (DDJ.4)[16]
Dao
digambarkan secara unik sebagai “hal yang kosong”. Wang Keping mengungkapkan
dua hal yakni; pertama, memberikan gambaran tentang esensi atau substansi Dao
sebagai yang tak dapat diuraikan. Kedua; filsafat kekosongan dao adalah sebuah
cara yang halus untuk melukiskan Dao yang tak pernah habis di dalam dirinya[17].
Ketiadaan ini mengungkapkan tak ada sesuatu pun yang terkandung di dalamnya.
2.1.4
Dao sebagai Yang Utuh dan Tak Terbagi
Gambaran
keadaan Dao yang dikatakan sebagai being memiliki karakter tersembunyi, tanpa
bentuk, tanpa wujud, kemudian menciptakan satu hal yang mewujudkan dirinya
dalam jutaan beings[18].
Artinya yang satu itu melahirkan segala sesuatu yang ada sebagaimana digagaskan
oleh Lao Zi (DDJ 39). Di samping konsep satu merujuk pada yang utuh, tak
terbagi tetapi mengindikasikan universalitas Dao atas Langit dan bumi serta
segala yang ada dalam kosmos yang segalanya berasal dari dirinya.
2.1.5
Dao sebagai Yang Tak Dapat Diinderai
Menurut
Wang Keping ada tiga gambaran Dao yakni sebagai yang tanpa nama, tanpa suara,
dan tanpa bentuk[19].
Dengan kata lain, Dao itu tak dapat diinderai. Dari gagasan ini hendak
mengatakan bahwa Dao sebagai nothing. Dao ada sebelum Langit diciptakan. Dao
hadir sebagai sesuatu yang belum berbentuk. Karena tak dapat diinderai,
dideskripshkan sebagai sesuatu yang tak kelihatan, tak mudah dimengerti, tak
dapat digambarkan.
3.
Filsafat Pembalikan Dao
Dari penjelasan
sifat atau karakter Dao di atas kita mendapat suatu keterangan bahwa, Dao
bukanlah sesuatu yang statis atau tetap, tetapi selalu bergerak. Pergerakkan
ini menghasilkan sesuatu yang baru atau entitas baru. Yang disebut baru itu
adalah perubahan. Dao melahirkan segala sesuatu di alam ini, maka segala
sesuatu di ala mini keluar dari dirinya. Dao bergerak dengan bebas ke mana-
mana seturut kehendaknya[20].
Dinamika semacam ini memberi perubahan bagi segala sesuatu dalam siklus
perkembangan. Gambaran gerakkan ini diungkapkan oleh Lao Zi dengan menggunakan
termin pembalikan. Seluruh semesta alam ini diliputi oleh dua aspek yaitu
positif dan negatif yang disebut
dualisme[21],
misalnya ada rasa senang hati dan marah, rasa suka dan duka, hidup dan mati.
Dalam alam ini
gerak siklus ini bisa menjadi siklus yang tetap, tetapi tidak hanya ke depan,
melainkan mengalami gerak mundur kembali ke titik awal. Gerakkan pembalikan ini
ditentukan oleh Dao. Segala sesuatu tumbuhdan berkembang dalam Dao. Setelah
semuanya itu, Dao menarik kembali kepada dirinya. Dao menjadi awal dan akhir,
asal dan tujuan, sebab dan akibat bagi segala sesuatu. Lao Zi berkata gagasan
pembalikan ini menampilkan suatu pandangan paradox atau kontradiktif. Hal ini
seperti yang kita temukan dalam Kitab Dao De Jing. Misalnya; yang sangat
sempurna sepertinya masih ada kekurangan, namun bila digunakan, tidak ada yang
kurang[22]
dan ada yang using baru ada yang baru,
ada yang sedikit baru ada yang banyak[23]
3.1
Dinamika Dao
Dao mempuinyai sifat yang samar-samar. Dao
berada di luar pencerapan indera manusia. Dao itu tanpa nama, tanpa bentuk, dan
kosong. Dao tidak dapat diidentifikasikan keberadaannya atau kehadirannya. Akan
tetapi usaha untuk meraskan Dao dapat dimulai dengan memahami gerakkannya yakni
timbal balik antara ada (Taiji) dan
kekosongan (Wuji). Kata pembalikan
dipakai Lao Zi untuk mengunkapkan aspek dinamis Dao. Dinamika Dao ini di satu
sisi hendak mengungkapkan adannya sebuah interrelasi antar dua hal yang
berbeda, dan di sisi lain mengungkapkan gerakkan kembali kepada apa yang
menjadi akar dari segala kesatuan hal-hal yang bertentangan itu[24].
Gerakkan menuju titik puncak merupakan harmonisasi dari dua hal ekstrim
(dualisme) yaitu, Yi dan Yang yang disebut Taiji. Taiji sebagai
keadaan absolut Dao. Sebagai yang memiliki absolutisme (taiji) dao memiliki sisi lain yang disebut nihilisme (wuji). Secara sederhana dapat
digambarkan hubungan antara keduanya. Dapat diuraikan sebagai berikut. Ketika
sesuatu berada di puncak tertinggi (taiji)
pada saat yang sama sesuatu itu akan mengalami ketiadaan atau kekosongan (wuji) demikian pula sebaliknya.
4
Filsafat Pembalikan Dao Dalam Kehidupan Manusia
Filsafat
pembalikan Dao itu telah ada dan dihidupi oleh alam dan manusia. Kehadiran Dao
pada hal-hal atau fenomena yang
sederhana, yang tanpa manusia sadari. Manusia sepertinya menerima begitu saja
tanpa adanya suatu pertanyaan reflektif yang menyentuh hakekat terdalam dari
fenomena alam yang terjadi. Mengapa ada malam dan siang, mengapa ada suka dan
duka, mengapa ada terang dan gelap, mengapa ada besar dan kecil, dan masih
banyak pertanyaan yang kontradiktif lainnya. Bagi Dao dualisme semacam ini
mendapat perhatian yang sangat serius dan membutuhkan suatu jawaban yang sulit.
Ada terang dan ada gelap, ada suka dan ada duka dll. Hal ini mau menggambarkan
bahwa adanya suatu pergerakkan perpindahan dari terang menjadi gelap, dari suka
menjadi duka. Dengan demikian adanya suatu perubahan. Perubahan ini karena
adanya tat gerak taiji da wuji yang berjalan dalam keteraturan dan
keseimbangan. Keteraturan itu tidak berhenti hanya pada satu titik atau diawali
dari satu titik. Setiap titik itu mnjadi awal dan akhir.
Keseimbangan
artinya keduanya tidak adanya prinsip saling mendominasi antara satu dengan
yang lain. Interrelasi antara taiji dan wuji dalam gerakan pembalikan terus
menerus ini dapat dipahami dalam realitas kehidupan manusia. Contoh; setiap
orang mempunyai suatu hasrat, cita-cita untuk mencapai kesuksesan dalam
pekerjaan, karir atau apa pun. Untuk itu ia senantiasa berusaha atau bekerja
dengan sekuat tenaganya, dengan menempuh
berbagai macam cara apapun dan ini
secara terus menerus. Ketika orang mendapatkan segala sesuatu yang ia inginkan
dapat dianalogikan denagn keadaan taiji.
Akan tetapi manusia mempunyai kecenderungan tidak puas dan selalu ingin untuk
mencari. Keinginan untuk mencari lagi menggambarkan ia tidak mempunyai apa-apa.
Ia memulai adari titik awal lagi untuk mencapai tujuan yang baru. Keadaan yang
tidak memiliki apa-apa ini dianalogikan sebagai keadaan wuji.
Dua aspek ini
mau memberikan suatu filosofi kepada manusia bahwa haruslah menerima kedua
relitas ini. Dalam Dao De Jing gagasan tentang taiji dan wuji ini tidak dapat
dipisahkan. Keduanya saling melengkapi. Ingatlah bahwa di dalam Dao yang
absolute itu ada nuhilisme atau kekosongan, dan di dalam nihilisme ada
absolutisme. Misalnya; baik-buruk, kuat-lemah, panjang- pendek, tinggi-rendah,
mati-hidup, muda-tua dll. Sesuatu itu bisa disebutkan ata ada karena yang lain.
Misalnya; yang baik itu bisa disebutkan karena ada yang baik, yang kuat itu
bisa diketahui karena ada yang lemah.
5
Penutup
Segala sesuatu
di alam semesta ini mengalami perubahan. Semuamya mengalami sebuah proses.
Proses perubahan ini disebut hukum perubahan. Suatu benda itu dapat Berubah,
tetapi hukum perubahan itu tetap, tidak berubah. Hukum ini merupakan hal yang
mendasar. Perubahan sesatu itu menuju pada titik ekstrim dan pada saat
yangberbeda juga ia akan kembali pada titik awal. Ada dimensi dualisme pengertian,
misalnya; dari suka cita ke duka cita, dari pendek ke panjang, dari muda ke tua
dan sebaliknya. Bagi Lao Zi hukum ini diyakini sebagai perubahan gerak Dao. Di
dalam pengertian ini mengandung dua makna yaitu, pertama; tentang Dao yang
selalu bergerak menurut hukum perubahan. Kedua; menunjukkan fungsi Dao untuk
menghindari segala sesuatu dari posisi ekstrim melalui hukum perubahan[25].
Gerakkan Dao
mengungkapakan interrelasi Yin dan Yang. Hal ini menunjukkan eksistensi Dao
yang tertinggi. Dao adalah realitas tertinggi yang melahirkan segala sesuatu,
tetapi sekaligus segala sesuatu itu kembali kepada dirinya. Misalnya; bila kita
mengisi air di gelas hingga tumpah. Gelas yang penuh terisi air ini dapat
dianalogikan bahwa telah mencapai titik ekstrim (puncak). Sedangakan air yang
tumpah itu kembali kembali kepada dirinya. Dalam Dao perubahan semacam ini
dikenal dengan taiji (titik puncak)
dan wuji (kekosongan). Proses
perubahan semacam ini secara terus menerus bergantian dan ini terjadi dalam
realitas kehidupan manusia. Sebenarnya Dao itu telah kita geluti, gumuli setiap
hari, Namun tidak pernah kita sadari akan hal ini. Segala sesuatu yang Berubah
itu tidak sekedar suatu bahan atau materi yang dapat diraba, dirasakan,
disentuh,dilihat tetapi Dao juga ada dalam setiap sifat dan karakter manusia.
Perhatikan seorang manusia; ketika masih anak-anak sifatnya kekanak- kanakan,
ketika dewasa sifatnya dewasa, tetapi ketika sudah tua kembali ke sifat
anank-anak.
Hukum pembalikan
ini tidak dapat ditolak dan disangkal oleh siapapun. Inilah gambaran gerak
dinamis Yin dan Yang yang bergerak berubah tiada hentinya secara harmonis melalui
siklus yang akan kembali kepada asalnya. Gerakkan berlawanan ini saling
melengkapi. Dalam dao gerakkan ini untuk mencapai keseimbangan atau
keharmonisan.
Dao mempunyai
dua eksistensi yakni Wu (tiada) dan You (ada). Interaksi Wu dan You
merupakan proses dinamis metafisis Dao yang melahirkan semesta. Dao disebut
ibuda segala sesuatu. Dao adalah induk yang melahirkan, Dao memiliki relasi
yang eksistensial yaitu menjamin keberadaan dan kelangsungan semesta alam
dengan segala atributnya. Dao mengandung unsur ada dalam semua dan semua ada
dalam Dao (ada sifat transenden dan imanen). Dao ada di dalam dunia dan di
mana-mana, tetapi tidak dapat disentuh, tidak mempunyai bentuk, tak berwujud,
tak bernama dan kehadirannya hanya samar-samar. Dao merupakan dasar segala
peristiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Ball, Pamela, The essence of Tao, London: Arcturus
Publishing Limeted, 2006.
Bambang (ed.), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991.
Jawa Yohanes Kurniawan (Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT
Widya Sasana,
Takwin Bagus, Filsafat
Timur Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran Timur,Yogyakarta: Jalasutra,
2001.
Wang Andri, Dao De Jing, The Wisdom Of Lao Zi,
Jakarta: Gramedia, 2009.
Wang Keping, The
Classic of Dao, : A new Investigation: Beijing Foreign Leanguages
Press,1998.
[1] Pamela Ball, The essence of Tao, London: Arcturus
Publishing Limeted,2006. hlm.19.
[2] Ibid.
[3] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation:
Beijing Foreign Leanguages Press,1998. hlm.32.
[4] Bagus Takwin, Filsafat Timur Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran
Timur, Yogyakarta: Jalasutra, 2001. hlm. 67.
[5] Bagus Takwin.Loc.Cit
[6] Yohanes Kurniawan Jawa(Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT
Widya Sasana, 2011, hlm.11.
[7] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.143.
[8] Bambang (ed.), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991, hlm.77
[9] Ibid.hlm.78.
[10]Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.33.
[11]Ibid. Op.Cit hlm.179.
[12] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation:
Beijing Foreign Leanguages Press,1998,
hlm.33.
[13] Ibid. Op.Cit hlm.11.
[14] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia, 2009, hlm.93.
[15] Ibid. Op.Cit hlm.14.
[16] Ibid. Op.Cit hlm.26.
[17]. Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.37.
[18] Yohanes Kurniawan Jawa(Skripsi), Filsafat Pembalikan Dao, Malang: STFT
Widya Sasana, 2011, hlm.19.
[20]
Ibid.hlm.93.
[21] Bambang (ed), Kitab Suci Tao Tee Cing, Jakarta:1991, hlm.73.
[22] Andri Wang, Dao De Jing, The Wisdom Of Laozi, Jakarta: Gramedia,2009, hlm.158.
[23] Ibid.Op.Cit.hlm.82.
[24] Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation:
Beijing Foreign Leanguages Press,1998, hlm.12.
[25] Bdk.
Wang Keping, The Classic of Dao, : A new Investigation:
Beijing Foreign Leanguages Press,1998, hlm.8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar