Kamis, 20 Desember 2012

PERWUJUDAN NILAI PERSATUAN INDONESIA MELALUI BUDAYA WAYANG KULIT JAWA

Oleh: Angga Nofianto
Pengantar
            Sebagaimana keanekaragaman yang terdapat di Negara Indonesia sudah barang tentu persatuan dan kesatuan memegang peranan penting bagi keutuhan NKRI. Keanekaragaman suku, etnis, bahasa, agama, maupun budaya kerap menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini. Persatuan Indonesia yang tercatat dalam sila ketiga dari Pancasila dengan jelas memunculkan sebuah cerminan refleksi bangsa akan kerinduan dari adanya suatu keutuhan. Bangsa yang dengan susah payah bahkan dengan mencucurkan keringat, darah, dan air mata demi menyatukan dan memerdekakannya. Dewasa ini, pengorbanan yang telah ditorehkan oleh para pahlawan seakan menjadi “isapan jempol” semata. Maraknya kasus kekerasan yang terjadi dari hari ke hari semakin merajalela dan menguasai kehidupan masyarakat kita. Seperti yang terjadi di Ambon dalam dua tahun terakhir, 2010-2012, terjadi 65 kasus bentrokan antarwarga di Maluku. Akibatnya, 47 orang meninggal  dan ratusan rumah rusak berat hingga ringan.[1] Ada pula kasus bentrok yang terjadi di Solo, Kamis (3/5/2012), bentrok kali ini terjadi antara  warga Gandekan, Jebres, Solo dengan salah satu organisasi massa (ormas) di Surakarta. Bentrok yang terjadi di perempatan Gandekan ini sudah dimulai dengan keributan sejak satu bulan terakhir dan berpuncak dengan aksi saling lempar batu dan molotov, akibatnya satu unit motor dibakar dan dua orang luka ringan.[2] Suatu bentuk tragedi yang dengan jelas menggambarkan bahwa kurangnya kesadaran kita akan pentingnya persatuan Indonesia.
            Mengherankan, bahwa di negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi ini masih sering terjadi berbagai macam permasalahan yang mengusik tahta persatuan. Persatuan dan kesatuan NKRI yang diidam-idamkan seakan sulit untuk direalisasikan dan sampai sekarang tetap menjadi mimpi belaka. Kiranya memang dibutuhkan suatu pemikiran yang mendalam akan solusi-solusi demi terciptanya persatuan bangsa pada umumnya dan daerah-daerah yang berada di Indosesia pada khususnya.
Baca Selengkapnya . .

KARYA HATI

Tak ada kata yang dapat tercuat
Hanya goresan grafit yang membentuk karya
Bermuara di atas lembaran kayu putih nan bersih
Bercermin kaca mencoba ungkap rasa

Bendungan hati terasa tak tertahan lagi
Memaksa keluar mengoyak kantung diri
Walau baja menjadi bentengnya
Tak ada guna, tak ada arti

Kini tiba pada puncak asa
Beranikan diri menangkap mimpi
Meski akan menerima berbagai perkara
Langkah malaikat tak kan berhenti kembali

Wahai mimpi tangkaplah maksud nurani
Hilangkanlah rasa bayang-bayang fatalisme
Jangan biarkan ia membutakan rasa
percayalah bahwa ini nyata

Meski ya meski tidak
Akan menentukan semua
Tapi tak merubah semua
Harapan Jiwa, tetaplah indah adanya

Garum, 2011
Angga Nofianto
Baca Selengkapnya . .

DEWI MIMPI PENDAMAI HATI

Cahaya harapan menampakan keanggunan
Glora kehidupan perlahan muncul menembus kebisuan
Keacuhan hati yang membeku seraya dihangatkan
Kini jiwa kembali digetarkan

Sang mimpi mengoyak kantung hati
Bendungan rasa telah sampai pada batas jiwa
Mencoba bertahan mengokohkan diri
Tapi tak kuasa menaham luapannya

Saat letih raga merangkul dengan erat
Meremukan semangat dalam penziarahan waktu
Kau datang dengan senyum menawan yang menyengat
Sang dewi mimpi pendamai hati yang layu

Kehadiranmu mencairkan bekunya kalbu
Menjadikan musim panas dengan cahaya mentari yang beradu
Mungkinkan tangan menggapai angan
Sang dewi mimpilah penentu jawaban

Kini saatnya coba titipkan hati ke hati
beranikan diri tuk melewati duri
Meski tak tahu bagaimana akhir ceritanya
Ku kan tetap bertanya, adakah ruang kosong bagi hatiku di sana?

Garum, 2011
Angga Nofianto
Baca Selengkapnya . .

RINTANGAN

Menatap langit menembus angan
Biarkan hati tuk terus terbang
Memang kadang lelah rasa kan menghambat langkah
Tapi tetaplah bertahan tuk kobarkan asa

Memang mimpi tak selalu putih
Tapi bintang kan tetap benderang pancarkan harapan
Saat rasa hanya berkawan sepi
Ingatlah engkau tak sendiri hadapi dunia ini

Ketika gaung anjing mengusik diri
Ketika suaranya menjadikanmu tak berdaya
Janganlah engkau menjadi lemah
Jangan biarkan sedih mencemari kekokohan hati

Kini saatnya mendewasakan diri
Kuatkan kaki menapaki bumi
Memang goresan tinta tak cukup mewakili sejuta petuah
Tapi, percayalah badai kan berlalu meninggalkan suka

Garum, 2011
Angga Nofianto 

Baca Selengkapnya . .

Senin, 03 Desember 2012

MENEMUKAN TUHAN DALAM RELASI DENGAN ALAM

Oleh: Angga Nofianto
Dok. Fr. Andre, CDD
“Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, ... “
(Ibr 11: 3)
***
            Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang memiliki derajat paling tinggi dibandingkan dengan ciptaan lainnya, karena manusia adalah citra dari Allah sendiri (bdk. Kej 1: 27). Sebagaimana ciptaan lainnya manusia juga terlahir dengan membawa panggilan hidupnya masing-masing. Panggilan hidup manusia tersebut terkait dengan jawaban iman manusia dari tawaran yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah memanggil manusia karena Ia mencintainya. Kita sebagai manusia ibarat tandon (tempat persediaan) air yang berisi penuh dengan air dan cinta diibaratkan dengan air itu sendiri. Air tersebut tidak akan berguna bila hanya disimpan saja, sebaliknya akan justru berguna dan dapat memberikan kehidupan bagi mahluk lain apabila dibagi-bagikan. Demikina pula dengan cinta, kita manusia dipenuhi oleh cinta yang diberikan oleh Allah sendiri dan cinta itu bukan untuk disimpan sendiri, melainkan untuk dibagi-bagikan kepada mahluk lain. Kita memiliki kemampuan untuk itu, untuk menyalurkan cinta kepada mahluk ciptaan Tuhan lainnya dalam arti alam semesta. Melalui anugrah kuasa yang diberikan Tuhan kepada kita (manusia) untuk berkuasa atas segala ciptaan-Nya (bdk. Kej 1: 26), kita dituntut pula untuk tidak semena-mena dalam mempergunakan seluruh ciptaan-Nya tersebut. Menguasai memiliki arti bahwa kita memiliki kewajiban untuk juga mengusahakan dan memelihara apa yang telah diciptakan oleh Tuhan tersebut (bdk. Kej 2: 15).
Baca Selengkapnya . .

Minggu, 02 Desember 2012

TANGGALKANLAH KASUTMU

Oleh: Angga Nofianto 


            Hidup kaya raya, terpandang, populer, punya banyak gelar, dan kekuasaan, di zaman sekarang ini seakan-akan menjadi impian setiap orang. Orang merasa dirinya “sukses” dan bangga apabila semuanya itu sudah terpenuhi. Bahkan, berbagai macam cara bisa ditempuh demi tercapainya kesuksesan tersebut. Melalui iklan-iklan dan acara-acara di televisi yang selalu mempertontonkan segi-segi kekayaan duniawi, menjadikan kebanyakan orang seakan-akan “terhipnotis” bahwa itulah tujuan hidup yang sesungguhnya.
            Namun, apabila kita melihat dari sudut pandang iman kristiani, tujuan dari kehidupan manusia yang sebenarnya bukanlah demikian. Harta, popularitas, dan kekuasaan adalah barang duniawi yang bersifat fana dan sementara. Semuanya, hanya pemuas keinginan daging yang bila dituruti tidak akan pernah ada habisnya. Kecenderungan untuk selalu memuaskan keinginan diri, secara sadar atau tidak hanya akan membentuk karakter manusia dalam suatu budaya yang kurang baik, seperti budaya konsumtif dan hedonis. Dalam hal ini, manusia kurang mengerti dan memahami dengan baik akan tujuan sejati dan mendasar dalam hidupnya, yaitu bersatu kembali dengan Sang Penciptanya. 
Baca Selengkapnya . .

PERGULATAN JIWA

Permata jiwa bersinar kembali
Menghapus gelap yang mencemarkan hati
Gundah & gelisah kini menjadi putih
Proteksi diri dari kebodohan yang merajai

Terbukalah kini gapura manusiawi
Mencoba rona menjelaskan mata
Benarkah kata sesuci nabi
Tak ada lingkaran yang berujung tepi

Kadang bermimpi bersanding bidadari
Tak elak jiwa terbawa mengangkasa
Mengalun lembut membisikan suara
Tapi tak akan burung terus mengudara

Mantapkan kaki menjamah bumi
Lapili & debu menjadi teman sejati
Bercumbu kalbu menyatukan rasa
Menghilangkan sekat diskriminasi asa

Saatnya telah tiba
Pasukan abadi meniup sangkakala
Sayap malaikat melambaikan harapan
Beranikah tangan menyentuh bulunya?

Semua ditentukan oleh nada
Bunyi indah ratapan surga
Barang siapa mendengarnya
Berani menyahut tongkat gembala ‘kan menjadi miliknya

Garum, 2011
Angga Nofianto
Baca Selengkapnya . .

Sabtu, 01 Desember 2012

FILSAFAT PEMBALIKAN DAO


 Oleh: Nikolaus Ena

1 Pengantar
Lao Zi
Dalam realitas kehidupan manusia maupun alam semesta ini seringkali hal-hal yang berlawanan seperti besar-kecil, tua-muda, tinggi-rendah, jauh-dekat, suka-duka, baik-buruk, gemuk-kurus, ada-tidak ada dll. Persoalan ini membuat manusia dan alam tidak bisa menerima yang satu dan menghindari yang lainnya. Realitas ini bermunculan secara bersamaan meskipun pada saat yang berbeda. Misalnya; hari ini seorang gembira atau senang karena memperoleh sesuatu, akan tetapi suatu saat akan mengalami kesedihan setelah ia kehilangan apa yang diidamkannya itu.
Keberlawanan fenomen ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan. Hal ini disebabkan oleh  karena salah satu unsur lebih mendominasi dari unsur lainnya. Sadar atau tidak inilah realitas hidup yang dalam Daoisme disebut ketidakseimbangan. Coba di alam semesta ini hanya ada kekeringan yang terus menerus tanpa ada hujan. Lain lagi, coba membayangkan kalau dunia ini hanya ada siang saja, tanpa ada malam atau sebaliknya.
Tradisi Daoisme membahas hal-hal yang berbeda ini. Dalam Kitab Dao De Jing banyak ditemukan pernyataan yang bersifat kontradiktif atau berlawanan, misalnya, tambahkan sesuatu, maka ia akan berkurang, kurangi sesuatu, maka ia akan bertambah. Berbuat dengan tidak berbuat, ada dan ketiadaan dll. Interrelasi antara hal-hal yang berbeda ini diatur melalui sebuah hukum yakni hukum pembalikkan. Meskipun banyak perbedaan yang bertentangan, baik dalam alam semesta maupun dalam hidup manusia, tetapi semuanya berasal dari satu prinsip yang sama yaitu Dao.
Tulisan ini hendak menguraikan bagaimana Dao yang mengatur relasi hal-hal yang berlawanan, kontradiktif itu agar menjadi suatu sistem yang seimbang. Penulis mengajak kepada pembaca untuk melihat lebih dalam fenomena kontradiktif ini saling melengkapi satu terhadap yang lain. Tidak bisa memilih yang satu dan membiarkan yang lain. Keduanya memang  terpisah, tetapi Keduanya saling mengisi. Untuk memahami filsafat pembalikkan Dao terlebih dahulu kita perlu memahami konsep-konsep Dao.
Baca Selengkapnya . .

Kamis, 29 November 2012

ARTI SEBUAH PERSAHABATAN

(Plato dalam Ajarannya tentang Persahabatan)
Oleh: Angga Nofianto

Pengantar
Plato
            Setiap orang di dalam hidupnya pasti menginginkan terjalinnya sebuah persahabatan. Persahabatan begitu tinggi nilainya, sehingga setiap manusia baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia selalu berusaha untuk memerolehnya. Persahabatan menjadi idaman setiap orang dan sangat tampak terutama bagi mereka yang dalam proses pencarian jati diri (remaja). Demikian pula di dalam dialog Sokrates dengan Lysis yang menunjukkan betapa eksistensi dari persahabatan sangat dirindukan kehadirannya.
“Ada orang yang ingin memiliki kuda-kuda, yang lain menginginkan anjing-anjing, emas dan yang lain mengingikan kehormatan: aku tidak memedulikan hal-hal itu, tetapi dengan penuh hasrat (erotikos) aku menginginkan sahabat-sahabat, dan aku lebih suka memiliki seorang sahabat yang baik (philon agathon) daripada burung puyuh atau ayam jago yang paling bagus sedunia; . . . . Dan aku begitu yakin, . . . . Aku jauh lebih ingin mendapatkan seorang teman (betairon) daripada segala emas milik Darius, . . . . Aku lebih memilih teman-temanku [212a].”[1]    
Persahabatan sejati menjadi impian setiap orang. Akan tetapi, di zaman modern yang sarat akan pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi, arti dari term persahabatan itu sendiri menjadi kabur. Eksistensi persahabatan menjadi dipertanyakan. Sehingga muncullah berbagai macam pertanyaan seputar siapa sahabat itu? Apa arti persahabatan itu? Atau, adakah persahabatan itu sendiri?
Kenyataan ini tentu menjadi bahan permenungan tersendiri, terutama bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari arti persahabatan di zaman ini. Persahabatan sejati yang dalam pengertiannya dapat memerjelas pemahaman akan eksistensi persahabatan itu sendiri. Melalui Plato dalam dialog antara Sokrates dengan Lysis, akan semakin diperjelas arti dari persahabatan sejati, serta apa tujuan dari persahabatan itu. Sehingga dalam menjalin suatu relasi persahabatan dapatlah diperoleh salah satu model persahabatan yang ideal menuju pada suatu kebaikan.
Baca Selengkapnya . .