(TELAAH DAN KRITIK PERSPEKTIF
FILSAFAT THOMAS HOBBES)
Oleh: Nikolaus Ena
1.
Latar
Belakang
tabloidjubi.co |
Sejarah perjalanan
bangsa Indonesia telah mencatat banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu diantaranya
persoalan ekonomi agama, politik pendidikan, terorisme, HAM, dll.
Persoalan-persoalan itu tak terselesaikan secara baik dan benar. Adanya tumpang
tindih persoalan yang satu di atas persoalan yang lainnya. Yang satu belum terselesaikan
sudah ada persoalan yang baru. Hal ini menunjukkan lemah dan rapuhnya otoritas penguasa.
Akibatnya, Hak Asasi Manusia turut terseret ke dalam jurang penindasan, perbudakan
dan pemerasan serta perampokan. Kebebasan kodarti manusia dilucuti,
ditelanjangi oleh manipulasi berbagai pihak dengan praktek yang tidak sehat.
Hak Asasi Manusia
adalah hak yang melekat pada diri manusia itu. Hak semacam ini dalam Hobbes
dikatakan hak kodrati. Hak ini tidak diberikan oleh kelompok masyarakat, tetapi
karena martabatnya sebagai manusia. Hormat terhadap hak-hak asasi dilihat sebagai
perwujudan konkret dan pengakuan istimewa atas martabat manusia yang patut dijunjung
tinggi sebagai norma obyektif tingkah laku moral-politik dalam relasi. Hak ini melekat
pada diri seseorang yang tak bisa diambil, diganyang dan dimanipulasi oleh siapapun.
Sumber langsung dari Hak Asasi Manusia adalah martabat (nilai luhur). Dengan demikian,
orang lain perlu menghormatinya, termasuk negera. Dalam Hobbes, hak istimewa menyerukan
dengan jelas. Diskusi tentang HAM adalah diskusi tentang manusia dalam kodartnya.
Kodrat yang dimaksud adalah the state of
nature. Siapakah manusia dalam kondisi naturalnya.
Alasan pemilihan judul ini, karena didasarkan pada fenomena pelanggaran HAM di Indonesia yang menunjukkan negara tidak mengakui martabat manusia. Menjadi pertanyaan; Dimanakah kedudukan HAM sebagai hak, dimanakah universalitas dan relativitasnya.
Alasan pemilihan judul ini, karena didasarkan pada fenomena pelanggaran HAM di Indonesia yang menunjukkan negara tidak mengakui martabat manusia. Menjadi pertanyaan; Dimanakah kedudukan HAM sebagai hak, dimanakah universalitas dan relativitasnya.
Uraian berikut memberikan
suatu pencerahan tentang pandangan Hobbes yang berkaitan dengan hak kodrat manusia
yang pada dasarnya harus dijunjung tinggi. Namun dalam pelaksanaannya berbeda. Hak
kodrat ini diselewengkan oleh orang dan golongan tertentu karena adanya kepentingan,
seakan-akan negara ini hak milik perorangan atau kelompok tertentu. Supremasi
hukum ditunggangbalikan oleh praktek uang. Hal ini menunjukkan kerapuhan dan
lemahnya otoritas pemerintah.
2. Skema Gagasan Thomas Hobbes
2001Thomas Hobbes hidup dalam era pergolakan perangsaudara
di Inggris. Ia sangat terkesan oleh tuntutan akan kekuasaan politik yang kuat untuk
mengeluarkan masyarakat dari pergolakkan yang mengancam masyarakat sipil. Di
zamannya, terjadi pertentangan agama seperti Gereja Anglikan resmi, kaun
puritan dan golongan Katolik. Akibatnya, kepala pemerintahan mengalami pergantian
berulangkali. Ketidakstabilan politik itu mengilhami Hobbes untuk menuliskan dengan
menarasikan bagaimana pendiriannya terhadap kehidupan politik maupun masyarakat.
Ada suatu tuntutan besar untuk mereformasi di segala bidang kehidupan. Perubahaan
besar dalam pandangan intelektual Eropa, dalam problem filsafat dan ilmu pengetahuan
mengharuskan perubahaan dalam ajaran politik. Di sinilah letak signifikansi kehadiran
Thomas Hobbes pada masa Renaissance. Hobbes menjadi emblem terkenal di Inggris.
Ia membawa secercah harapan baru kepada pemerintah dan masyarakat yang
terbelenggu kegelisahan. Ingatlah, bahwa Hobbes terinspirasi oleh beberapa
filsuf besar seperti; Rene Descartes, Galileo Galilei, W H`rvey, Francis Bacon
dll. Para pioner ini memengaruhi pikirannya khususnya dalam memahami manusia dan
perilakunya. Filsafat Hobbes merupakan suatu upaya untuk memasukan ilmu jiwa ke
dalam ilmu fisika eksak. Ia berpendapat bahwa, segala sesuatu di dunia ini termasuk
manusia terdiri atas bagaian-bagian yang bergerak menurut hukum mekanisme. Fakultas
pengetahuan telah menyebabkan manusia mencari alasan-alasan rasional untuk tidak
saling menghancurkan. Baginya kemampuan setiap manusia itu relative sama untuk mencapai
tujuan-tujuan mereka. “Defisiensi dalam kemampuan intelektual individu pada umumnya
diimbangi oleh kekuatan fisik yang lebih besar atau kecerdasan” (Baidlowi, Imam
Bahehaqi.2009,p.310). Tetap ia dan manusia yang mempunyai tubuh yang lebih kuat
dan pikiran yang cerdas dibandingkan dengan yang lain, namun perbedaan itu tidak
begitu besar, sehinnga orang biasa mengambil keuntungan bagi dirinya. “Akhirnya
ia sampai pada satu konklusi bahwa pada dasarnya manusia itu mementingkan diri sendiri
(selfish), suka bertengkar, haus kekuasaan,
kejam dan jahat” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.310).
Skema filsafat politik Thomas Hobbes dapat
dipahami sebagai berikut. Teori politik atau teori tentang sistem hidup bersama
(negara) adalah teori manusia. “Menurut Hobbes, teori tentang manusia disebut teori
natura atau kodrat, state of nature” (kondisi
alami hidup manusia) (Armada Riyanto.,p.8).
2.1
Teori Natura
“Natura manusia menurut Hobbes harus
dipikirkan dalam konteks dan ruang lingkup kondisi “sebelum” political society” (Armada Riyanto.
2001,p.8). Natura manusia adalah hidup manusia pada saat di mana belum atau tidak
ada pemerintahan politik. Hal ini berarti tidak adanya hukum yang mengatur kehidupan
manusia. Bila ada, pasti mengganggu hak kodrat ini. Hobbes mengatakan:
A law of nature (lexnaturalis) in
contrast with the righ of nature is a precept or general rule. Hobbes say that;
the law of nature is the same of the righ nature. The difference between the
two is that the law of nature add obligation to the content of the righ of
nature. (A.p. Martinich.1992,p.104).
Hukum kodrat termasuk hak alamiah. Namun
keduanya ada perbedaan bahwa hukum alam ditambahkan dengan muatan atau
kandungan kewajiban dari hak alamiah. Hobbes mengatakan bahwa hukum alamiah
adalah hukum asli (genuine law). Hukum
alam berkaitan dengan pelarangan untuk melakukan hal-hal yang merusak kehidupan
atau merampas cara-cara kelangsungannya. Hukum alam ini mengajak setiap
individu untuk menciptakan kedamaian sejauh mungkin membela diri bilamana
dianggapa perlu. Hukum alam itu juga berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian
yang telah dibuat.
2.2
State of Nature
State
of nature harus dipahami sebagai kondisi pra-political society (sebelum politik masyarakat) Mengapa
“sebelum” societas politik? “Karena
manusia dalam societas politik adalah manusia-manusia yang tidak asli lagi,
tidak otentik dan tidak orisinal”. (Armada Riyanto. 2001,p.8). Manusia dalam
societas politik adalah manusia yang sudah memiliki peradaban. Mereka harus
sudah taat kepada hukum dan sering kali hukum dijalankan tanpa adanya
persoalan. Manusia dari kodratnya (state
of nature) tidak mengenal hukum positif sebagaimana diberlakukan dalam political society. Dari sebab itu dalam state of nature tidak ada keadilan dan
ketidakadilan (Armada Riyanto. 2001,p.9).
Before
proceding to what Hobbes says about the secondary state of nature, one further
poin that he makes about justice and injustice shoul be mentioned. Hobbes hold
that justice and injustice are not fundamentally qualities or properties (A.p.
Martinich.1992,p.76).
Prinsip-prinsip etis belum
muncul. Bagaimana tindakan manusia dicetuskan? Orang didorong oleh rasional
(akal budi) dan passion-nya untuk memakai state
of nature (hukum kodrat).
Dalam Hobbes etika tidak natural
tidak ada dalam kehidupan manusia sejak awal, karena manusia dalam alam
kodratnya oleh Hobbes disebut Homo Homini
Lupus. “Tetapi, manusia dalam alam kodartinya tidak bisa dipandang
atau dinilai jelek atau jahat, baik atau
buruk, adil atau tidak adil” (Armada Riyanto. 2001,p.9). Dalam state of nature manusia masih membela
hidupnya dari ancaman ketakutan dan kematian. Untuk menjamin perlindungan
terhadap manusia maka dibuat suatu kontrak sosial.
2.3
Kontrak Sosial
Hobbes
berpendapat bahwa, ada kecendrungan individu mencari pendamaian bagi
keberlangsungan dirinya maka perlu adanya social
contract (kontrak sosial) perjanjian ini mengakibatkan manusia atau
individu menyerahkan segenap kekuasaannya dan kekuatannya masing-masing kepada
otoritas tertentu. Otoritas ini mempunyai kekuatan eksternal. Persetujuan tanpa
pedang itu tidak menjamin keselamatan manusia. “Solusinya adalah menchptakan
otoritas publik yang mempunyai kekuatan koersif untuk memaksa orang tunduk
kepada perjanjian social” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.316). “Kumpulan
hak-hak orang yang disatukan dengan cara demikian yang diberikan kepada satu
orang disebut commenwelth”
(pesemakmuran) (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.316). Atau negara
yang dikepalai oleh presiden. Penguasa ini mempunyai kekuatan untuk menjaga dan
melestarikan kontrak sosial yang tertuang dalam
berbagai aturan hukum aatu undang-undang negara tersebut.
Beberapa sifat dari definisi Hobbes
tentang kontrak sosial. “Pertama;
perjanjian ini bukanlah perjanjian atara ruler
(penguasa atau pemimpin) dan ruled
(rakyat atau masyarakat), tetapi kesepakatan antar idividu-individu untuk
mengkhiri keadaan alamiah (state of
nature) dan membentuk masyarakat sipil” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi.
2009,p.317). “Kedua; kontrak sosial Hobbes dilakukan
secara alamiah dan anti social” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.317).
Teori ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai kepentingan pokok bersama dalam
memertahankan masyarakat sipil. Karena tanpa masyarakat ini kehidupan manusia
akan terus terancam. “Ketiga;
kesatuan orang-orang yang dibentuk oleh perjanjian sosial (social covenant)
lebih merupakan konsekuensi dari kedaulatan” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi.
2009,p.318). Sumber pokok negara yang terpenting adalah kehendak individu yang
mengadakan persetujuan dengan orang lain.
Dengan demikian perjanjian untuk
mencapai masyarakat politik yang diciptakan oleh individu-individu yang besifat
kebetulan disatukan oleh kekuasaan penguasa atau negara yang tidak terbatas.
Hal ini dipahani demikian , maka negara menjadi Leviathan besar atau Mortal
God yang kepadanya individu menyerahkan perdamaian dan perlindungan di
bawah immortal God. Keempat;
tidak ada kebulatan suara dalam kontrak sosial. Orang-orang dituntut untuk
menciptakan kedaulatan yang cukup kuat guna menjalankan tatanan internal dan
memertahankan diri dari agresi luar. “Minoritas tidak mempunyai pilihan kecuali
tunduk kepada pemimpin atau mereka dipaksa untuk menyerahkan kepada kekuatan
yang lebih besar” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.319).
“Kedudukan penguasa mempunyai hak-hak
dan kekuasaan dasar tertentu. Orang-rang tidak bisa mencabut penyerahan
otoritas mereka tanpa izinnya karena mereka telah mengadakan perjanjian yang
mengikat satau sama lain” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.319).
Karena penguasa tidak terlibat dalam
kontrak maka tidak bisa ada pemutusan kontrak pihaknya. Apa yang dilakukan oleh
penguasa adalah baik dan adil serta tidaj bisa dipertanyakan.
2.4
HAM dan Martabat Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak yang
dimiliki manusia karena ia adalah manusia
lepas dari sifat dan kualitas selanjutnya. Hak ini dipeluk setiap orang maka yang
menjadi nilai tertinggi yang harus dihormati. Penghormatan itu hendaknya dilakukan
sesuai dengan kemanusiaannya. Hormat terhadap hak-hak asasi dilihat sebagai perwujudan
konkret dari pengakuan istimewah martabat
manusia. Hak asasi merupakan bagian dari hak moral. “Artinya, hak-hak tersebut bersemayam
di dalam kemanusiaan seseorang. Sumber langsung dari hak asasi manusia adalah martabat
(nilai luhur) setiap manusia” ( Frans Ceunfin.2004,p.21). Di balik pengakuan tanpa
syarat terhadap setiap manusia karena manusia itu berbeda dengan ciptaan lainnya.
“Setiap manusia yang memiliki harkat dan nilai luhur menuntut agar dihormati secara
syah sepadan dengan nilai tersebut. Mukadimah Deklarasi Universal HAM
menegaskan dengan lantang pengakuan akan martabat sebagai hak lain” (Frans
Ceunfin.2004,p.22). “Declaration des
droits de I’Homme et du Citoyen pasal
1 berbunyi manusia dilahirkan bebas dan mempunyai hak yang sama” (Sermada.2001,p.79).
Adanya perbedaan di masyarakat hanya didasarkan karena kepentingan umum. Dalam pasal
2 berisikan tentang hak atas kemerdekaan, hak atas hak milik dan keamanan dan sangat
menentang penindasan (Sermada.2001,p.79).
HAM
tidak berhubungan dengan tuntutan terhadap orang lain, tetapi juga dengan kepedulian
dan kerelaan untuk saling menghormati satu dengan yang lain. “Sumber hak-hak asasi
manusia adalah kodrat yang memang secara longgar dipertalikan dengan kodrat manusia
yang didefinisikan oleh kebutuhan-kebutuhan yang secara ilmiah dapat ditentukan
dengan pasti” (Frans Ceunfin.2004,p.13). Ham dibutuhkan tidak hanya untuk hidup,
melainkan untuk suatu kehidupan yang bermartabat. Menurut sifat dan arahnya hak
asasi dibagi dalam empat kelompok. “Pertama;
Hak-hak asasi negatif dan liberatif” (Frans Suseno.1994,p.126). Kelompok hak ini
diperjuangkan oleh liberalism dan pada hakekatnya untuk melindungi kehidupan manusia
terhadap campur tangan negara dan kekuatan sosial lainnya. “Individu dapat mengurus
dirinya sendiri. Sedangkan hak asasi disebut negatif dalam arti logis adalah hak-hak
ini hanya dapat dirumuskan dengan memakai kata “tidak” (Frans Suseno.1994,p.126),
yaitu merujuk pada kehidupan saya yang tidak boleh dicampuri oleh pihak-pihak luar.
Individu dengan bebas menentukan dirinya. Kedua;
Hak asasi aktif dan demokratis (Frans Suseno.1994,p.127). Dasar hak asasi ini adalah
kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah diri sendiri dan setiap pemerintah
berada di bawah kekuasaan rakyat. Disebut hak asasi aktif karena ikut menetukan
arah perkembangan masyarakat. Rakyat berhak menentukan dan memilih
wakil-wakilnya ke dalam badan yang berwenang untuk membuat undang-undang.
Ketiga; hak asasi positif. Hak asasi ini justru menuntut prestasi-prestasi
tertentu dari negara kepada rakyat, misalnya; hak perlindungan hukum. Itu
berarti adanya perlakuan yang sama di hadapan hukum, hak memeroleh keadilan
perkara di pengadilan. “Konsekuensi hak asasi positif ini adalah negara
berkewajiban untuk melayani dan memeihara rakyat tanpa memandang siapa dia
entah kaya atau miskin. “Keempat; hak-hak asasi sosial” (Frans
Suseno.1994,p.129). Hak asasi ini merupakan perluasan paham tentang kewajiban Negara yang merupakan
hasil kesadaran kaum buruh dalam perjuangan mereka melawan borjuasi untuk
memeroleh hasil kerja yang wajar. Hak-hak asasi sosial terkemuka yang biasanya
disebut sebagai hak atas jaminan-jaminan sosial, hak atas pekerjaan, tempat dan
jenis pekerjaan atas syarat-syarat kerja yang memadai, atas upah yang wajar,
perlindungan terhadap pengangguran, hak untuk membentuk serikat kerja dll. Dari
berbagai macam hak-hak asasi yang ada,
perlu kita mengajukan pertanyaan yang barangkali paling menentukan dan
sekaligus problematis. Apakah hak-hak asasi harus dianggapa berlaku universal
dan dengan mutlak atau secara relatif belaka? Di satu pihak, hak-hak asasi
nampaknya berlaku dengan mutlak dan di mana-mana, karena hak ini melekat pada
manusia. Dengam demikian hak-hak asasi itu berlaku untuk semua tanpa adanya
pengecualian dan diskriminasi, apalagi manipulasi. Di lain pihak, kesadaran
akan hak asasi manusia selalu timbul dalam situasi sosial tertentu dan
diperjuangkan oleh beberapa kelompok atau golongan tertentu.
3.
Fenomena
Pelanggaran HAM di Indonesia
Jika
penguasa atau pemimpin itu kuat, maka hukum negara benar-benar ditegakkan.
Akibatnya kehidupan masyarakat menjadi aman. Demikianpun sebaliknya, jika
penguasa atau pemimpin rapuh atau lemah maka negara akan kacau dan dipermainkan
oleh bangsa lain. Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas utama negara. Hal
ini berarti negara sangat menghargai hak-hak rakyatnya. Dalam Hobbes konsep tentang
HAM menyeruak sangat jelas. Diskusi tentang Ham adalah diskusi tentang manusia
dalam kodratnya. “Kodrat manusia itu ditemukan dalam elaborasi the state of nature” (Armada
Riyanto.2001,p.10). Menjadi pertanyaan, siapakah manusia dalam kondisi
naturalnya?Inilah pertanyaa pemcarian manusia kodrati, manusia asali, manusia
otentik. Ide tentang hak-hak manusia mengandaikan
adanya hipotesis kondisi natura hidup manusia. Seperti sudah diterangkan bahwa the state of nature dapat diterjemahkan
sebagai “status natural”. Artinya merujuk pada suatu kondisi manusia alami, orisinal, asli. Hal
ini menunjukkan manusia hidup tanpa hukum.Tanpa hukum berarti tana sangsi atau
ganjaran.
Dengan
demikian manusia berhak melakukan apa saja untuk self-preservation demi keberlagsungan dan keamanan hidupnya. Dengan
kata lain manusia Hobbesian adalah manusia yang menjadi tuan atas hidupnya
sendiri. Lalu apa konsekuensinya? Pertama;
bahwa setiap manusia sama dan sederajat, sama dalam keluhuran martabat. “Kedua; kalau semua manusia sederajat,
maka setiap pemerintahan politis hanya mungkin melalui konsensus sosial” (Armada
Riyanto.2001,p.10). Paham Hobbes inilah menjadh cikal bakal pemerintahan
demokrasi modern.Artinya, demokrasi yang memprioritaskan kedaulatan ada di
tangan rakyat. Dalam Hobbes, setiap manusia berkuasa atas dirinya. Bagaimana
kekuasaan pemerintahan itu? Kekuasaan itu adalah hibah atau pemandatan kekuasaan
oleh manusia-manusia yang diperintah.Pemandatan itu oleh rakyat. Ketiga; kekuasaan politik itu tidak
dimengerti dari Tuhan, tetapi merupakan suatu cara untuk mengatur tata hidup
masyarakat. Gagasan Hobbes tentang hak alam mengarahkan pada diciptanya hukum
alami yang mangarahkan manusia untuk memasang batas terhadap hak-hak alaminya.
Hukum alami itu sendiri aku menyerahkan hakku untuk menyakitai yang lain,
asalkan orang-orang lain juga menyerahkan haknya untuk menyakiti aku. Dengan
demikian tidak hanya membutuhkan keterlibatan setiap orang dalam kontrak,
tetapi perlu adanya kekuasaan untuk menjamin bahwa siapa yang melanggar
kesepakatan dihukum. Konsekuensinya; setiap individu harus menyerahkan dirinya
dan haknya pada kekuasaan yang mampu memberlakukan aturan demi penegakkan hak
dengan benar.
Kita
tahu bahwa Hobbes menggagaskan adanya kontrak sosial, berdasarkan pandangan
setiap manusia itu sama dan sederajat. Maka, dalam tatanan kontrak sosial pun
harus sama. Artinya setiap manusia diperlakukan secara adil di hadapan
hukum.Sebab hukum ini merupakan dasar perjanjian bagi suatu negara.Tanpa adanya
hukum yang mengatur manusia menjadi liar dalam hidup berbangsa dan
bernegara.Hukum sebagai kompas, penunjuk arah langkah manusia dalam suatu
masyarakat, bangsa atau negara.
Demokrasi
negara Indonesia adalah demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Hal ini tidak dimengerti secara linear yang cenderung menekankan kebebasan
rakyat dalam bernegara.Tetapi hendaknya dimengerti sebagai penyerahan kekuasaan
individu atau rakyat kepada penguasa yang mempunyai hak legislatif, eksekutif
dan yudikatif. Lembaga penguasa ini mertpakan penjaga hukum sekaligus yang
menentukan benar dan tidaknya, adil atau tidak suatu keputusan. Otoritas penuh
pada penguasa, tetapi otoritas tersebut bukanlah dilihat sebagai suatu kesempatan
untuk bebas dari hukum dan memanipulasi hukum. Namun perlu adanya kesadaran bahwa
mereka juga termasuk di dalam individu yang memandatkan haknya dalam kontrak
bersama. Artinya, hukum itu juga berlaku bagi penguasa ini. Mereka hanya
dipercayakan oeh rakyat untuk membuat, menjaga dan menjalankan norma-norma hukum yang ada demi
kepentingan bersama. Bukan dengan kekuasan itu mereka dengan seenaknya
memutarbalikkan kebenaran menjadi suatu kesalahan dan kesalahan menjadi suatu
kebenaran. Akibatnya, tatanan suatu negara yang telah disepakati bersama
tendensinya lebih mengarah kepada persaingan antar kelas yang kuat dan lemah,
yang pintar dan yang bodoh, yang miskin dan yang kaya. Prinsip semacam ini
dalam Hobbes disebut “perang semua melawan semua” (belum omnium contra omnes). Para penguasa dan penguasa yang baru
yang timbul karena pertentangan kelas menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).
3.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia
3.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia
“Istilah hak asasi mausia merupakan
terjemahan Bahasa Inggris human right (s). Dalam lapangan filsafat etika Hobbes
dibedakan antara human righ (tanpa s) dan human rights (dengan s). “Pembedaan
ini bukan terutama secara gramatikal, yang satu bentuk tunggal dan yang lain bentuk
jamak. Human right itu merujuk pada
makna kebebasan” ((Armada Riyanto.2001,p.14). yang secara kodrati
dimiliki oleh setiap orang. Jadi kebebasan itu dipeluk oleh semua orang lantas
merupakan hak kodrati. Kebebasan yang dimengerti Hobbes adalah kebebasan yang
bertanggungjawab atas hidupnya. Kebebasan tidak dimengerti secara linear. Bebas
itu bukan soal semau saya. Ungatlah bahwa kebebasan individu telah diserahkan
hak-haknya kepada kekuasaan penguasa untuk memeroleh jaminan perlindungan hidup.
Untuk mengatur semuanya itu penguasa (negara) mambuat aturan atau konsensus
bersama. Aturan yang dimaksud adalah hukum. Segala hak kodrati diatur secara
terperinci dan jelas di dalam hukum ini. Siapa yang melanggar, maka mendapatkan
hukuman sesuai berat dan ringannya pelanggaran. Hal ini menunjukkan cita-cita
undang-undang 1945 pasal 27 tentang kedudukan yang sama di hadapan hukum. Jika hukum
menyuarakan praksisnya yang benar, maka Negara akan aman dan setiap warga
mendapat pelayanan dari lembaga negara.
Manusia tidak boleh dicegah, dihalangi,
dimanipulasi, dihambat, untuk secara bebas menghambat membela dan memertahankan
hidupnya (self preservation). Dari
sebab itu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebebasan tidak boleh
direduksi atau dialienasi oleh apapun. Lebih dari pada itu tidak boleh
dilenyapakan atau dihilangkan, digugat dan disalahgunakan. Pemanipulasian dan
pelenyapan merupakan suatu pelanggaran besar yang tak dapat ditoleransi, sebab
mencabut hak kodrat sesama. Jika demikian hukum di Indonesia hanya sebagai
wacana dan hiasan belaka. Kekuatan hukum hilang akibat praktek yang tidak sehat.
Hukum dibiusi oleh racun manipulasi keuangan yang dilakukan oleh para penjahat
sekaligus penjajah baru bangsa ini. Dengan uang memberikan dampak hukum
kehilangan supremasinya. Akibatnya hak-hak asasi diinjak-injak. Ada berbagai
bentuk pelanggaran HAM di Indonesia antara lain; di bidang agama adanya
kekerasan dan pelarangan kebebasan beragama, korupsi, kekerasan terhadap para
jurnalis, pengeboman, kekerasan dalam rumah tangga, mutilasi, terorisme, dll.
4.
Tanggapan
Kritis
Hak
asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki oleh setiap individu. Hal ini
tidak bisa dirampas, diambil, dipermainkan dan dilecehkan oleh siapapun
termasuk negara. Sebab, hak tersebut merupakan martabat luhur manusia. Di
sinilah letak nilai kemanusiaan yang
bermartabat. Hak asasi dalam pandangan Hobbes adalah hak kodrati. Di satu sisi
manusia sebagai personal atau individu, tetapi di sisi lain; manusia adalah
makhluk sosial. Karena kesosialan ini manusia tidak bisa hidup bebas dalam
sebuah lembaga atau kelompok. Maka, bersama-sama menyerahkan haknya
masing-masing melakukan perjanjian di antara mereka, dan membentuk suatu
lembaga dengan wewenang mutlaj dengan kuasa legislatif, yudikatif dan eksekutif
Sistem
penguasa bentukkan Hobbes menurut pandangan saya mengandung beberapa kelemahan.
Pemerintahan semacam ini tidak menjamin tidak terjdadinya pelanggaran hak asasi.
Alasannya; otoritas yang absolut ini ada kemungkinan akan ditunggangi oleh
kelompok tertentu, karena keputusan terpusat pada dirinya. Ada kesan bahwa
pemerintahan yang dijalankan sesuka hati karena tidak ada yang mengontrolnya.
Apalagi statusnya tidak berada di dalam hukum itu sendiri.
Seperti
sudah dijelaskan bahwa HAM itu melekat pada diri setiap individu. Manusia memiliki
nilai tertinggi yakni martabat yang harus dihormati. Penghormatannya itu sesuai
dengan kemanusiaanya. Bertolak dari nilai-nilai martabat yang merupakan essensi
diri manusia, maka segala pelanggarannya itu merupakan penindasan, pelecehan, dan tidak ada rasa
sesama sebagai manusia. Manusia melihat “yang lain” (the other) sebagai yang bukan manusia. Artinya, manusia telah memperlakukan
yang lain sesuai dengan martabatnya.
Menurut
pendapat saya, pelanggaran HAM itu terjadi bila
manusia yang menjadi korban penindasan, pemerasan, pelecehan, dll mempersoalkan
hal ini kepada negara. Negaralah mempunyai tugas untuk menyelesaikan persoalan
ini karena adanya hak asasi positif dimana negara dituntut untuk memproteksi
dan memerlakukan semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun yang
terjadi di Negara Indonesia itu berbeda dengan apa yang telah disepakati dan
ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan negara. Apa yang telah
ditetapkan ini ternyata belum berjalan secara maksimal dan masih sebatas wacana
dan hiasan. Namun dalam aplikasinya ternyata tidak menghibur dan kurang memberi suatu jaminan yang pasti kepada rakyat
terutama rakyat kecil. Kesannya hukum itu formalitas belaka. Hal ini terlihat
dalam berbagai praktek yang marak terjadi yakni penyogokkan atau penyuapan
terhadap lembaga yang berwenang memegang palu hukum itu sendiri. Akibatnya yang
kaya menjadi penguasa hkum dan yang miskin menjadi pelaksana hukum murni. Maka
kita mengenal semboyan “Kasih Uang Habis Perkara” (KUHP) semboyan inilah yang
terus dipelihara sehinga mengakibatkan hukum dicederai dan hanya berlaku bagi
rakyat gurem dan marginal. Hal ini tak dapat dipungkiri lagi. Penyakit ini
telah menggerogoti jantung hukum bangsa ini.
Banyak
contoh penyelewengan atas hukum yang berimbas kepada pelanggaran HAM. Misalnya;
pertama; kasus korupsi. Banyak
pejabat negara yang mencuri uang negara alias korupsi yang dibebaskan begitu
saja. Ada yang diproses secara hukum, tetapi pada akhirnya menang dalam pengadilan karena mempunyai alasan dasar yang
kuat dan logis dari pengacaranya. Korupsi disebut melanggar HAM, karena
tindakan ini dengan tahu dan mau mencaplok kdhidupan banyak orang. Menggeliatnya
para koruptor ini membuat urusan menjadi berkepanjangan. Tarik ulur semacam ini
akan meraup banyak biaya dan justru semakin lama akan membuka peluang untuk
mencari alasan yang tepat guna memperkuat argumentasi.
Menjadi
pertanyaan bagi kita; dimana hakekat dari Undang-Undang Dasar pasal 27. Di sana jelas dikatakan bahwa semua rakyat mempunyai kedudukan yang sama
dihadapan hukum. Mengapa yang terjadi
itu adalah pembedaan? Ada apa di balik semuanya ini? Konspirasi ini membawa
dampak melumpuhkan hukum negara. Ada keanehan yang terjadi dalam proses hukum
bangsa ini Kedua; kasus penganiayaan
kelompok Ahmadya di Cikeusik. kehidupan umat beragama. Contoh lain; ada kesulitan orang Kristen untuk
membangun tempat ibadah (gereja) ada
banyak persyaratan untuk mendapat izin. Salah satu di antaranya disetujui oleh
60 orang dari agama lain. Apakah sudah
ada upaya atau tindak lanjut dari para
penegak hukum atas persoalan ini? Sepertinya belum! Mengapa? Apakah adanya
ketakutan negara terhadap beberapa kelompok? Ataukah sengaja membiarkan
persoalan ini? Jika demikian berarti memberikan suatu catatan bahwa bangsa ini
belum mengahargai adanya kebebasan beragama
yang tertuang dalam pasal 29 UUD 1945 dan Pancasila sila1.
5.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagasan Thom`s Hobbes
tentang state of nature (keadaan
alami) yang menekankan hukum kodrat merupakan cikal bakal HAM. Keadaaan alami
ini merupakan keadaan asli manusia sebelum adanya societas politik, sebab
manusia di dalam lapangan societas ini sudah memiliki peradaban. Keadaan alami
ini membuat individu cenderung egois. Akibatnya adanya persaingan dalam hidup
bersama. Suka bertengkar, bermusuhan satu dengan yang lain. Untuk menjaga
keharmonisan hidup, manusia sebagai makhluk sosial, masing-masing individu
menyerahkan hak-haknya melalui satu perjanjian dalam kontrak sosial. Penyerahan
ini ditujukan kepada lembaga penguasa yakni negara. Negaralah yang akan menjamin hak-hak kodrat
atau asasi manusia tanpa adanya diskriminasi satu terhadap yang lain. Namun
tugas mulia ini kadangkala dilupakan oleh penguasa negara. Pemerintah cenderung
hanyut dan terseret oleh derasnya arus manipulasi hukum dengan praktek uang.
5.2 Saran
Pada hakekatnya hukum kodrat atau hak asasi manusia perlu
dihargai dan dijunjung tinggi tanpa kecuali. Sebab hak kodrat atau hak asasi
ini melekat pada diri imasing-masing individu. Dengan demikian tidak boleh
adanya penindasan, perampasan penghilangan hak ini dari individu. Maka, negara
menetapkan perundang-undangan atau peraturan untuk melindungi hak ini. Untuk
itu mari kita junjung tinggi hukum yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Baidlowi
Ahmad;Imam Bahehagi, terj. (2009). Filsafat
Politik; Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ceunfin,
Frans, ed. (2004). Hak-Hak Asasi Manusia.
Ledalero, Maumere.
Kelen
Sermada, art; (2001). HAM Telaah Filosofi Teologis. Hak Asasi Manusia Satu Dua Wacana Kontekstual. Dioma, Malang.
Martinich,A.P.
(1992). The Gods Of Leviathan Thomas Hobbes
On Religion and Politics. Depertement Of Philosophy Cambridge University Of
Texas At Austin, Texas.
Riyanto
Armada. ed. (2001). HAM Telaah Filosofis
Teologis. Dioma, Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar