Selasa, 08 Januari 2013

PELANGGARAN HAM DI INDONESIA


(TELAAH DAN KRITIK PERSPEKTIF FILSAFAT THOMAS HOBBES)
Oleh: Nikolaus Ena


1.      Latar Belakang
tabloidjubi.co
     Sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah mencatat banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu diantaranya persoalan ekonomi agama, politik pendidikan, terorisme, HAM, dll. Persoalan-persoalan itu tak terselesaikan secara baik dan benar. Adanya tumpang tindih persoalan yang satu di atas persoalan yang lainnya. Yang satu belum terselesaikan sudah ada persoalan yang baru. Hal ini menunjukkan lemah dan rapuhnya otoritas penguasa. Akibatnya, Hak Asasi Manusia turut terseret ke dalam jurang penindasan, perbudakan dan pemerasan serta perampokan. Kebebasan kodarti manusia dilucuti, ditelanjangi oleh manipulasi berbagai pihak dengan praktek yang tidak sehat.
       Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia itu. Hak semacam ini dalam Hobbes dikatakan hak kodrati. Hak ini tidak diberikan oleh kelompok masyarakat, tetapi karena martabatnya sebagai manusia. Hormat terhadap hak-hak asasi dilihat sebagai perwujudan konkret dan pengakuan istimewa atas martabat manusia yang patut dijunjung tinggi sebagai norma obyektif tingkah laku moral-politik dalam relasi. Hak ini melekat pada diri seseorang yang tak bisa diambil, diganyang dan dimanipulasi oleh siapapun. Sumber langsung dari Hak Asasi Manusia adalah martabat (nilai luhur). Dengan demikian, orang lain perlu menghormatinya, termasuk negera. Dalam Hobbes, hak istimewa menyerukan dengan jelas. Diskusi tentang HAM adalah diskusi tentang manusia dalam kodartnya. Kodrat yang dimaksud adalah the state of nature. Siapakah manusia dalam kondisi naturalnya. 
     Alasan pemilihan judul ini, karena didasarkan pada fenomena pelanggaran HAM di Indonesia yang menunjukkan negara tidak mengakui martabat manusia. Menjadi pertanyaan; Dimanakah kedudukan HAM sebagai hak, dimanakah universalitas dan relativitasnya.
Uraian berikut memberikan suatu pencerahan tentang pandangan Hobbes yang berkaitan dengan hak kodrat manusia yang pada dasarnya harus dijunjung tinggi. Namun dalam pelaksanaannya berbeda. Hak kodrat ini diselewengkan oleh orang dan golongan tertentu karena adanya kepentingan, seakan-akan negara ini hak milik perorangan atau kelompok tertentu. Supremasi hukum ditunggangbalikan oleh praktek uang. Hal ini menunjukkan kerapuhan dan lemahnya otoritas pemerintah.

2.   Skema Gagasan Thomas Hobbes
      2001Thomas Hobbes hidup dalam era pergolakan perangsaudara di Inggris. Ia sangat terkesan oleh tuntutan akan kekuasaan politik yang kuat untuk mengeluarkan masyarakat dari pergolakkan yang mengancam masyarakat sipil. Di zamannya, terjadi pertentangan agama seperti Gereja Anglikan resmi, kaun puritan dan golongan Katolik. Akibatnya, kepala pemerintahan mengalami pergantian berulangkali. Ketidakstabilan politik itu mengilhami Hobbes untuk menuliskan dengan menarasikan bagaimana pendiriannya terhadap kehidupan politik maupun masyarakat. Ada suatu tuntutan besar untuk mereformasi di segala bidang kehidupan. Perubahaan besar dalam pandangan intelektual Eropa, dalam problem filsafat dan ilmu pengetahuan mengharuskan perubahaan dalam ajaran politik. Di sinilah letak signifikansi kehadiran Thomas Hobbes pada masa Renaissance. Hobbes menjadi emblem terkenal di Inggris. Ia membawa secercah harapan baru kepada pemerintah dan masyarakat yang terbelenggu kegelisahan. Ingatlah, bahwa Hobbes terinspirasi oleh beberapa filsuf besar seperti; Rene Descartes, Galileo Galilei, W H`rvey, Francis Bacon dll. Para pioner ini memengaruhi pikirannya khususnya dalam memahami manusia dan perilakunya. Filsafat Hobbes merupakan suatu upaya untuk memasukan ilmu jiwa ke dalam ilmu fisika eksak. Ia berpendapat bahwa, segala sesuatu di dunia ini termasuk manusia terdiri atas bagaian-bagian yang bergerak menurut hukum mekanisme. Fakultas pengetahuan telah menyebabkan manusia mencari alasan-alasan rasional untuk tidak saling menghancurkan. Baginya kemampuan setiap manusia itu relative sama untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. “Defisiensi dalam kemampuan intelektual individu pada umumnya diimbangi oleh kekuatan fisik yang lebih besar atau kecerdasan” (Baidlowi, Imam Bahehaqi.2009,p.310). Tetap ia dan manusia yang mempunyai tubuh yang lebih kuat dan pikiran yang cerdas dibandingkan dengan yang lain, namun perbedaan itu tidak begitu besar, sehinnga orang biasa mengambil keuntungan bagi dirinya. “Akhirnya ia sampai pada satu konklusi bahwa pada dasarnya manusia itu mementingkan diri sendiri (selfish), suka bertengkar, haus kekuasaan, kejam dan jahat” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.310).
      Skema filsafat politik Thomas Hobbes dapat dipahami sebagai berikut. Teori politik atau teori tentang sistem hidup bersama (negara) adalah teori manusia. “Menurut Hobbes, teori tentang manusia disebut teori natura atau kodrat, state of nature” (kondisi alami hidup manusia) (Armada Riyanto.,p.8).
2.1 Teori Natura
        “Natura manusia menurut Hobbes harus dipikirkan dalam konteks dan ruang lingkup kondisi “sebelum” political society” (Armada Riyanto. 2001,p.8). Natura manusia adalah hidup manusia pada saat di mana belum atau tidak ada pemerintahan politik. Hal ini berarti tidak adanya hukum yang mengatur kehidupan manusia. Bila ada, pasti mengganggu hak kodrat ini. Hobbes mengatakan:

A law of nature (lexnaturalis) in contrast with the righ of nature is a precept or general rule. Hobbes say that; the law of nature is the same of the righ nature. The difference between the two is that the law of nature add obligation to the content of the righ of nature. (A.p. Martinich.1992,p.104).


      Hukum kodrat termasuk hak alamiah. Namun keduanya ada perbedaan bahwa hukum alam ditambahkan dengan muatan atau kandungan kewajiban dari hak alamiah. Hobbes mengatakan bahwa hukum alamiah adalah hukum asli (genuine law). Hukum alam berkaitan dengan pelarangan untuk melakukan hal-hal yang merusak kehidupan atau merampas cara-cara kelangsungannya. Hukum alam ini mengajak setiap individu untuk menciptakan kedamaian sejauh mungkin membela diri bilamana dianggapa perlu. Hukum alam itu juga berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian yang telah dibuat.
2.2 State of Nature
       State of nature harus dipahami sebagai kondisi pra-political society (sebelum politik masyarakat) Mengapa “sebelum” societas politik? “Karena manusia dalam societas politik adalah manusia-manusia yang tidak asli lagi, tidak otentik dan tidak orisinal”. (Armada Riyanto. 2001,p.8). Manusia dalam societas politik adalah manusia yang sudah memiliki peradaban. Mereka harus sudah taat kepada hukum dan sering kali hukum dijalankan tanpa adanya persoalan. Manusia dari kodratnya (state of nature) tidak mengenal hukum positif sebagaimana diberlakukan dalam political society. Dari sebab itu dalam state of nature tidak ada keadilan dan ketidakadilan (Armada Riyanto. 2001,p.9). 

Before proceding to what Hobbes says about the secondary state of nature, one further poin that he makes about justice and injustice shoul be mentioned. Hobbes hold that justice and injustice are not fundamentally qualities or properties (A.p. Martinich.1992,p.76).

      Prinsip-prinsip etis belum muncul. Bagaimana tindakan manusia dicetuskan? Orang didorong oleh rasional (akal budi) dan passion-nya untuk memakai state of nature (hukum kodrat).
       Dalam Hobbes etika tidak natural tidak ada dalam kehidupan manusia sejak awal, karena manusia dalam alam kodratnya oleh Hobbes disebut Homo Homini Lupus. “Tetapi, manusia dalam alam kodartinya tidak bisa dipandang atau  dinilai jelek atau jahat, baik atau buruk, adil atau tidak adil” (Armada Riyanto. 2001,p.9). Dalam state of nature manusia masih membela hidupnya dari ancaman ketakutan dan kematian. Untuk menjamin perlindungan terhadap manusia maka dibuat suatu kontrak sosial.
2.3 Kontrak Sosial
         Hobbes berpendapat bahwa, ada kecendrungan individu mencari pendamaian bagi keberlangsungan dirinya maka perlu adanya social contract (kontrak sosial) perjanjian ini mengakibatkan manusia atau individu menyerahkan segenap kekuasaannya dan kekuatannya masing-masing kepada otoritas tertentu. Otoritas ini mempunyai kekuatan eksternal. Persetujuan tanpa pedang itu tidak menjamin keselamatan manusia. “Solusinya adalah menchptakan otoritas publik yang mempunyai kekuatan koersif untuk memaksa orang tunduk kepada perjanjian social” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.316). “Kumpulan hak-hak orang yang disatukan dengan cara demikian yang diberikan kepada satu orang disebut commenwelth” (pesemakmuran) (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.316).  Atau negara yang dikepalai oleh presiden. Penguasa ini mempunyai kekuatan untuk menjaga dan melestarikan kontrak sosial yang tertuang dalam  berbagai aturan hukum aatu undang-undang negara tersebut.
       Beberapa sifat dari definisi Hobbes tentang kontrak sosial. “Pertama; perjanjian ini bukanlah perjanjian atara ruler (penguasa atau pemimpin) dan ruled (rakyat atau masyarakat), tetapi kesepakatan antar idividu-individu untuk mengkhiri keadaan alamiah (state of nature) dan membentuk masyarakat sipil” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.317).  Kedua; kontrak sosial Hobbes dilakukan secara alamiah dan anti social” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.317). Teori ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai kepentingan pokok bersama dalam memertahankan masyarakat sipil. Karena tanpa masyarakat ini kehidupan manusia akan terus terancam. “Ketiga; kesatuan orang-orang yang dibentuk oleh perjanjian sosial (social covenant) lebih merupakan konsekuensi dari kedaulatan” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.318). Sumber pokok negara yang terpenting adalah kehendak individu yang mengadakan persetujuan dengan orang lain.
      Dengan demikian perjanjian untuk mencapai masyarakat politik yang diciptakan oleh individu-individu yang besifat kebetulan disatukan oleh kekuasaan penguasa atau negara yang tidak terbatas. Hal ini dipahani demikian , maka negara menjadi Leviathan besar atau Mortal God yang kepadanya individu menyerahkan perdamaian dan perlindungan di bawah  immortal God. Keempat; tidak ada kebulatan suara dalam kontrak sosial. Orang-orang dituntut untuk menciptakan kedaulatan yang cukup kuat guna menjalankan tatanan internal dan memertahankan diri dari agresi luar. “Minoritas tidak mempunyai pilihan kecuali tunduk kepada pemimpin atau mereka dipaksa untuk menyerahkan kepada kekuatan yang lebih besar” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.319).
    “Kedudukan penguasa mempunyai hak-hak dan kekuasaan dasar tertentu. Orang-rang tidak bisa mencabut penyerahan otoritas mereka tanpa izinnya karena mereka telah mengadakan perjanjian yang mengikat satau sama lain” (Ahmad Baidlowi, Imam Bahehaqi. 2009,p.319).
Karena penguasa tidak terlibat dalam kontrak maka tidak bisa ada pemutusan kontrak pihaknya. Apa yang dilakukan oleh penguasa adalah baik dan adil serta tidaj bisa dipertanyakan.
2.4 HAM dan Martabat Manusia
            Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena ia adalah  manusia lepas dari sifat dan kualitas selanjutnya. Hak ini dipeluk setiap orang maka yang menjadi nilai tertinggi yang harus dihormati. Penghormatan itu hendaknya dilakukan sesuai dengan kemanusiaannya. Hormat terhadap hak-hak asasi dilihat sebagai perwujudan konkret dari pengakuan istimewah  martabat manusia. Hak asasi merupakan bagian dari hak moral. “Artinya, hak-hak tersebut bersemayam di dalam kemanusiaan seseorang. Sumber langsung dari hak asasi manusia adalah martabat (nilai luhur) setiap manusia” ( Frans Ceunfin.2004,p.21). Di balik pengakuan tanpa syarat terhadap setiap manusia karena manusia itu berbeda dengan ciptaan lainnya. “Setiap manusia yang memiliki harkat dan nilai luhur menuntut agar dihormati secara syah sepadan dengan nilai tersebut. Mukadimah Deklarasi Universal HAM menegaskan dengan lantang pengakuan akan martabat sebagai hak lain” (Frans Ceunfin.2004,p.22). “Declaration des droits de I’Homme et du Citoyen pasal 1 berbunyi manusia dilahirkan bebas dan mempunyai hak yang sama” (Sermada.2001,p.79). Adanya perbedaan di masyarakat hanya didasarkan karena kepentingan umum. Dalam pasal 2 berisikan tentang hak atas kemerdekaan, hak atas hak milik dan keamanan dan sangat menentang penindasan (Sermada.2001,p.79).
            HAM tidak berhubungan dengan tuntutan terhadap orang lain, tetapi juga dengan kepedulian dan kerelaan untuk saling menghormati satu dengan yang lain. “Sumber hak-hak asasi manusia adalah kodrat yang memang secara longgar dipertalikan dengan kodrat manusia yang didefinisikan oleh kebutuhan-kebutuhan yang secara ilmiah dapat ditentukan dengan pasti” (Frans Ceunfin.2004,p.13). Ham dibutuhkan tidak hanya untuk hidup, melainkan untuk suatu kehidupan yang bermartabat. Menurut sifat dan arahnya hak asasi dibagi dalam empat kelompok. “Pertama; Hak-hak asasi negatif dan liberatif” (Frans Suseno.1994,p.126). Kelompok hak ini diperjuangkan oleh liberalism dan pada hakekatnya untuk melindungi kehidupan manusia terhadap campur tangan negara dan kekuatan sosial lainnya. “Individu dapat mengurus dirinya sendiri. Sedangkan hak asasi disebut negatif dalam arti logis adalah hak-hak ini hanya dapat dirumuskan dengan memakai kata “tidak” (Frans Suseno.1994,p.126), yaitu merujuk pada kehidupan saya yang tidak boleh dicampuri oleh pihak-pihak luar. Individu dengan bebas menentukan dirinya. Kedua; Hak asasi aktif dan demokratis (Frans Suseno.1994,p.127). Dasar hak asasi ini adalah kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah diri sendiri dan setiap pemerintah berada di bawah kekuasaan rakyat. Disebut hak asasi aktif karena ikut menetukan arah perkembangan masyarakat. Rakyat berhak menentukan dan memilih wakil-wakilnya ke dalam badan yang berwenang untuk membuat undang-undang. Ketiga; hak asasi positif. Hak asasi ini justru menuntut prestasi-prestasi tertentu dari negara kepada rakyat, misalnya; hak perlindungan hukum. Itu berarti adanya perlakuan yang sama di hadapan hukum, hak memeroleh keadilan perkara di pengadilan. “Konsekuensi hak asasi positif ini adalah negara berkewajiban untuk melayani dan memeihara rakyat tanpa memandang siapa dia entah kaya atau miskin. “Keempat; hak-hak asasi sosial” (Frans Suseno.1994,p.129). Hak asasi ini merupakan perluasan paham tentang kewajiban Negara yang merupakan hasil kesadaran kaum buruh dalam perjuangan mereka melawan borjuasi untuk memeroleh hasil kerja yang wajar. Hak-hak asasi sosial terkemuka yang biasanya disebut sebagai hak atas jaminan-jaminan sosial, hak atas pekerjaan, tempat dan jenis pekerjaan atas syarat-syarat kerja yang memadai, atas upah yang wajar, perlindungan terhadap pengangguran, hak untuk membentuk serikat kerja dll. Dari berbagai macam  hak-hak asasi yang ada, perlu kita mengajukan pertanyaan yang barangkali paling menentukan dan sekaligus problematis. Apakah hak-hak asasi harus dianggapa berlaku universal dan dengan mutlak atau secara relatif belaka? Di satu pihak, hak-hak asasi nampaknya berlaku dengan mutlak dan di mana-mana, karena hak ini melekat pada manusia. Dengam demikian hak-hak asasi itu berlaku untuk semua tanpa adanya pengecualian dan diskriminasi, apalagi manipulasi. Di lain pihak, kesadaran akan hak asasi manusia selalu timbul dalam situasi sosial tertentu dan diperjuangkan oleh beberapa kelompok atau golongan tertentu.

3.   Fenomena Pelanggaran HAM di Indonesia
     Jika penguasa atau pemimpin itu kuat, maka hukum negara benar-benar ditegakkan. Akibatnya kehidupan masyarakat menjadi aman. Demikianpun sebaliknya, jika penguasa atau pemimpin rapuh atau lemah maka negara akan kacau dan dipermainkan oleh bangsa lain. Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas utama negara. Hal ini berarti negara sangat menghargai hak-hak rakyatnya. Dalam Hobbes konsep tentang HAM menyeruak sangat jelas. Diskusi tentang Ham adalah diskusi tentang manusia dalam kodratnya. “Kodrat manusia itu ditemukan dalam elaborasi the state of nature” (Armada Riyanto.2001,p.10). Menjadi pertanyaan, siapakah manusia dalam kondisi naturalnya?Inilah pertanyaa pemcarian manusia kodrati, manusia asali, manusia otentik. Ide tentang hak-hak  manusia mengandaikan adanya hipotesis kondisi natura hidup manusia. Seperti sudah diterangkan bahwa the state of nature dapat diterjemahkan sebagai “status natural”. Artinya merujuk pada suatu  kondisi manusia alami, orisinal, asli. Hal ini menunjukkan manusia hidup tanpa hukum.Tanpa hukum berarti tana sangsi atau ganjaran.
       Dengan demikian manusia berhak melakukan apa saja untuk self-preservation demi keberlagsungan dan keamanan hidupnya. Dengan kata lain manusia Hobbesian adalah manusia yang menjadi tuan atas hidupnya sendiri. Lalu apa konsekuensinya? Pertama; bahwa setiap manusia sama dan sederajat, sama dalam keluhuran martabat. “Kedua; kalau semua manusia sederajat, maka setiap pemerintahan politis hanya mungkin melalui konsensus sosial” (Armada Riyanto.2001,p.10). Paham Hobbes inilah menjadh cikal bakal pemerintahan demokrasi modern.Artinya, demokrasi yang memprioritaskan kedaulatan ada di tangan rakyat. Dalam Hobbes, setiap manusia berkuasa atas dirinya. Bagaimana kekuasaan pemerintahan itu? Kekuasaan itu adalah hibah atau pemandatan kekuasaan oleh manusia-manusia yang diperintah.Pemandatan itu oleh rakyat. Ketiga; kekuasaan politik itu tidak dimengerti dari Tuhan, tetapi merupakan suatu cara untuk mengatur tata hidup masyarakat. Gagasan Hobbes tentang hak alam mengarahkan pada diciptanya hukum alami yang mangarahkan manusia untuk memasang batas terhadap hak-hak alaminya. Hukum alami itu sendiri aku menyerahkan hakku untuk menyakitai yang lain, asalkan orang-orang lain juga menyerahkan haknya untuk menyakiti aku. Dengan demikian tidak hanya membutuhkan keterlibatan setiap orang dalam kontrak, tetapi perlu adanya kekuasaan untuk menjamin bahwa siapa yang melanggar kesepakatan dihukum. Konsekuensinya; setiap individu harus menyerahkan dirinya dan haknya pada kekuasaan yang mampu memberlakukan aturan demi penegakkan hak dengan benar.
        Kita tahu bahwa Hobbes menggagaskan adanya kontrak sosial, berdasarkan pandangan setiap manusia itu sama dan sederajat. Maka, dalam tatanan kontrak sosial pun harus sama. Artinya setiap manusia diperlakukan secara adil di hadapan hukum.Sebab hukum ini merupakan dasar perjanjian bagi suatu negara.Tanpa adanya hukum yang mengatur manusia menjadi liar dalam hidup berbangsa dan bernegara.Hukum sebagai kompas, penunjuk arah langkah manusia dalam suatu masyarakat, bangsa atau negara.
          Demokrasi negara Indonesia adalah demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hal ini tidak dimengerti secara linear yang cenderung menekankan kebebasan rakyat dalam bernegara.Tetapi hendaknya dimengerti sebagai penyerahan kekuasaan individu atau rakyat kepada penguasa yang mempunyai hak legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga penguasa ini mertpakan penjaga hukum sekaligus yang menentukan benar dan tidaknya, adil atau tidak suatu keputusan. Otoritas penuh pada penguasa, tetapi otoritas tersebut  bukanlah dilihat sebagai suatu kesempatan untuk bebas dari hukum dan memanipulasi hukum. Namun perlu adanya kesadaran bahwa mereka juga termasuk di dalam individu yang memandatkan haknya dalam kontrak bersama. Artinya, hukum itu juga berlaku bagi penguasa ini. Mereka hanya dipercayakan oeh rakyat untuk membuat, menjaga dan  menjalankan norma-norma hukum yang ada demi kepentingan bersama. Bukan dengan kekuasan itu mereka dengan seenaknya memutarbalikkan kebenaran menjadi suatu kesalahan dan kesalahan menjadi suatu kebenaran. Akibatnya, tatanan suatu negara yang telah disepakati bersama tendensinya lebih mengarah kepada persaingan antar kelas yang kuat dan lemah, yang pintar dan yang bodoh, yang miskin dan yang kaya. Prinsip semacam ini dalam Hobbes disebut “perang semua melawan semua” (belum omnium contra omnes). Para penguasa dan penguasa yang baru yang timbul karena pertentangan kelas menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). 
3.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia
        “Istilah hak asasi mausia merupakan terjemahan Bahasa Inggris human right (s). Dalam lapangan filsafat etika Hobbes dibedakan antara human righ (tanpa s) dan human rights (dengan s). “Pembedaan ini bukan terutama secara gramatikal, yang satu bentuk tunggal dan yang lain bentuk jamak. Human right itu merujuk pada  makna kebebasan” ((Armada Riyanto.2001,p.14). yang secara kodrati dimiliki oleh setiap orang. Jadi kebebasan itu dipeluk oleh semua orang lantas merupakan hak kodrati. Kebebasan yang dimengerti Hobbes adalah kebebasan yang bertanggungjawab atas hidupnya. Kebebasan tidak dimengerti secara linear. Bebas itu bukan soal semau saya. Ungatlah bahwa kebebasan individu telah diserahkan hak-haknya kepada kekuasaan penguasa untuk memeroleh jaminan perlindungan hidup. Untuk mengatur semuanya itu penguasa (negara) mambuat aturan atau konsensus bersama. Aturan yang dimaksud adalah hukum. Segala hak kodrati diatur secara terperinci dan jelas di dalam hukum ini. Siapa yang melanggar, maka mendapatkan hukuman sesuai berat dan ringannya pelanggaran. Hal ini menunjukkan cita-cita undang-undang 1945 pasal 27 tentang kedudukan yang sama di hadapan hukum. Jika hukum menyuarakan praksisnya yang benar, maka Negara akan aman dan setiap warga mendapat pelayanan dari lembaga negara.  
     Manusia tidak boleh dicegah, dihalangi, dimanipulasi, dihambat, untuk secara bebas menghambat membela dan memertahankan hidupnya (self preservation). Dari sebab itu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebebasan tidak boleh direduksi atau dialienasi oleh apapun. Lebih dari pada itu tidak boleh dilenyapakan atau dihilangkan, digugat dan disalahgunakan. Pemanipulasian dan pelenyapan merupakan suatu pelanggaran besar yang tak dapat ditoleransi, sebab mencabut hak kodrat sesama. Jika demikian hukum di Indonesia hanya sebagai wacana dan hiasan belaka. Kekuatan hukum hilang akibat praktek yang tidak sehat. Hukum dibiusi oleh racun manipulasi keuangan yang dilakukan oleh para penjahat sekaligus penjajah baru bangsa ini. Dengan uang memberikan dampak hukum kehilangan supremasinya. Akibatnya hak-hak asasi diinjak-injak. Ada berbagai bentuk pelanggaran HAM di Indonesia antara lain; di bidang agama adanya kekerasan dan pelarangan kebebasan beragama, korupsi, kekerasan terhadap para jurnalis, pengeboman, kekerasan dalam rumah tangga, mutilasi, terorisme, dll.

4.   Tanggapan Kritis
       Hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki oleh setiap individu. Hal ini tidak bisa dirampas, diambil, dipermainkan dan dilecehkan oleh siapapun termasuk negara. Sebab, hak tersebut merupakan martabat luhur manusia. Di sinilah letak nilai  kemanusiaan yang bermartabat. Hak asasi dalam pandangan Hobbes adalah hak kodrati. Di satu sisi manusia sebagai personal atau individu, tetapi di sisi lain; manusia adalah makhluk sosial. Karena kesosialan ini manusia tidak bisa hidup bebas dalam sebuah lembaga atau kelompok. Maka, bersama-sama menyerahkan haknya masing-masing melakukan perjanjian di antara mereka, dan membentuk suatu lembaga dengan wewenang mutlaj dengan kuasa legislatif, yudikatif dan eksekutif
    Sistem penguasa bentukkan Hobbes menurut pandangan saya mengandung beberapa kelemahan. Pemerintahan semacam ini tidak menjamin tidak terjdadinya pelanggaran hak asasi. Alasannya; otoritas yang absolut ini ada kemungkinan akan ditunggangi oleh kelompok tertentu, karena keputusan terpusat pada dirinya. Ada kesan bahwa pemerintahan yang dijalankan sesuka hati karena tidak ada yang mengontrolnya. Apalagi statusnya tidak berada di dalam hukum itu sendiri.
     Seperti sudah dijelaskan bahwa HAM itu melekat pada diri setiap individu. Manusia memiliki nilai tertinggi yakni martabat yang harus dihormati. Penghormatannya itu sesuai dengan kemanusiaanya. Bertolak dari nilai-nilai martabat yang merupakan essensi diri manusia, maka segala pelanggarannya itu merupakan  penindasan, pelecehan, dan tidak ada rasa sesama sebagai manusia. Manusia melihat “yang lain” (the other) sebagai yang bukan manusia. Artinya, manusia telah memperlakukan yang lain sesuai dengan martabatnya.
       Menurut pendapat saya, pelanggaran HAM itu terjadi bila  manusia yang menjadi korban penindasan, pemerasan, pelecehan, dll mempersoalkan hal ini kepada negara. Negaralah mempunyai tugas untuk menyelesaikan persoalan ini karena adanya hak asasi positif dimana negara dituntut untuk memproteksi dan memerlakukan semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun yang terjadi di Negara Indonesia itu berbeda dengan apa yang telah disepakati dan ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan-peraturan negara. Apa yang telah ditetapkan ini ternyata belum berjalan secara maksimal dan masih sebatas wacana dan hiasan. Namun dalam aplikasinya ternyata tidak menghibur dan kurang  memberi suatu jaminan yang pasti kepada rakyat terutama rakyat kecil. Kesannya hukum itu formalitas belaka. Hal ini terlihat dalam berbagai praktek yang marak terjadi yakni penyogokkan atau penyuapan terhadap lembaga yang berwenang memegang palu hukum itu sendiri. Akibatnya yang kaya menjadi penguasa hkum dan yang miskin menjadi pelaksana hukum murni. Maka kita mengenal semboyan “Kasih Uang Habis Perkara” (KUHP) semboyan inilah yang terus dipelihara sehinga mengakibatkan hukum dicederai dan hanya berlaku bagi rakyat gurem dan marginal. Hal ini tak dapat dipungkiri lagi. Penyakit ini telah menggerogoti jantung hukum bangsa ini.
     Banyak contoh penyelewengan atas hukum yang berimbas kepada pelanggaran HAM. Misalnya; pertama; kasus korupsi. Banyak pejabat negara yang mencuri uang negara alias korupsi yang dibebaskan begitu saja. Ada yang diproses secara hukum, tetapi pada akhirnya menang dalam  pengadilan karena mempunyai alasan dasar yang kuat dan logis dari pengacaranya. Korupsi disebut melanggar HAM, karena tindakan ini dengan tahu dan mau mencaplok kdhidupan banyak orang. Menggeliatnya para koruptor ini membuat urusan menjadi berkepanjangan. Tarik ulur semacam ini akan meraup banyak biaya dan justru semakin lama akan membuka peluang untuk mencari alasan yang tepat guna memperkuat argumentasi.
      Menjadi pertanyaan bagi kita; dimana hakekat dari Undang-Undang Dasar  pasal 27. Di sana jelas dikatakan bahwa  semua rakyat mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum.  Mengapa yang terjadi itu adalah pembedaan? Ada apa di balik semuanya ini? Konspirasi ini membawa dampak melumpuhkan hukum negara. Ada keanehan yang terjadi dalam proses hukum bangsa ini Kedua; kasus penganiayaan kelompok Ahmadya di Cikeusik. kehidupan umat beragama.  Contoh lain; ada kesulitan orang Kristen untuk membangun tempat ibadah (gereja)  ada banyak persyaratan untuk mendapat izin. Salah satu di antaranya disetujui oleh 60 orang dari agama lain.  Apakah sudah ada upaya  atau tindak lanjut dari para penegak hukum atas persoalan ini? Sepertinya belum! Mengapa? Apakah adanya ketakutan negara terhadap beberapa kelompok? Ataukah sengaja membiarkan persoalan ini? Jika  demikian berarti  memberikan suatu catatan bahwa bangsa ini belum mengahargai adanya kebebasan beragama  yang tertuang dalam pasal 29 UUD 1945 dan Pancasila sila1.

5.      PENUTUP 
    5.1  Kesimpulan
           Gagasan Thom`s Hobbes tentang state of nature (keadaan alami) yang menekankan hukum kodrat merupakan cikal bakal HAM. Keadaaan alami ini merupakan keadaan asli manusia sebelum adanya societas politik, sebab manusia di dalam lapangan societas ini sudah memiliki peradaban. Keadaan alami ini membuat individu cenderung egois. Akibatnya adanya persaingan dalam hidup bersama. Suka bertengkar, bermusuhan satu dengan yang lain. Untuk menjaga keharmonisan hidup, manusia sebagai makhluk sosial, masing-masing individu menyerahkan hak-haknya melalui satu perjanjian dalam kontrak sosial. Penyerahan ini ditujukan kepada lembaga penguasa yakni negara.  Negaralah yang akan menjamin hak-hak kodrat atau asasi manusia tanpa adanya diskriminasi satu terhadap yang lain. Namun tugas mulia ini kadangkala dilupakan oleh penguasa negara. Pemerintah cenderung hanyut dan terseret oleh derasnya arus manipulasi hukum dengan praktek uang.
5.2 Saran
        Pada hakekatnya hukum kodrat atau hak asasi manusia perlu dihargai dan dijunjung tinggi tanpa kecuali. Sebab hak kodrat atau hak asasi ini melekat pada diri imasing-masing individu. Dengan demikian tidak boleh adanya penindasan, perampasan penghilangan hak ini dari individu. Maka, negara menetapkan perundang-undangan atau peraturan untuk melindungi hak ini. Untuk itu mari kita junjung tinggi hukum yang ada.



DAFTAR PUSTAKA
Baidlowi Ahmad;Imam Bahehagi, terj. (2009). Filsafat Politik; Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ceunfin, Frans, ed. (2004). Hak-Hak Asasi Manusia. Ledalero, Maumere.
Kelen Sermada, art; (2001). HAM Telaah Filosofi Teologis. Hak Asasi Manusia Satu Dua Wacana Kontekstual. Dioma, Malang.
Martinich,A.P. (1992). The Gods Of Leviathan Thomas Hobbes On Religion and Politics. Depertement Of Philosophy Cambridge University Of Texas At Austin, Texas.
Riyanto Armada. ed. (2001). HAM Telaah Filosofis Teologis. Dioma, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar