(Plato dalam Ajarannya tentang Persahabatan)
Oleh: Angga Nofianto
Pengantar
Plato |
Setiap orang di dalam hidupnya pasti menginginkan terjalinnya sebuah persahabatan. Persahabatan begitu tinggi nilainya, sehingga setiap manusia baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia selalu berusaha untuk memerolehnya. Persahabatan menjadi idaman setiap orang dan sangat tampak terutama bagi mereka yang dalam proses pencarian jati diri (remaja). Demikian pula di dalam dialog Sokrates dengan Lysis yang menunjukkan betapa eksistensi dari persahabatan sangat dirindukan kehadirannya.
“Ada orang yang ingin memiliki kuda-kuda, yang lain menginginkan anjing-anjing, emas dan yang lain mengingikan kehormatan: aku tidak memedulikan hal-hal itu, tetapi dengan penuh hasrat (erotikos) aku menginginkan sahabat-sahabat, dan aku lebih suka memiliki seorang sahabat yang baik (philon agathon) daripada burung puyuh atau ayam jago yang paling bagus sedunia; . . . . Dan aku begitu yakin, . . . . Aku jauh lebih ingin mendapatkan seorang teman (betairon) daripada segala emas milik Darius, . . . . Aku lebih memilih teman-temanku [212a].”[1]
Persahabatan sejati menjadi impian setiap orang. Akan tetapi, di zaman modern yang sarat akan pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi, arti dari term persahabatan itu sendiri menjadi kabur. Eksistensi persahabatan menjadi dipertanyakan. Sehingga muncullah berbagai macam pertanyaan seputar siapa sahabat itu? Apa arti persahabatan itu? Atau, adakah persahabatan itu sendiri?
Kenyataan ini tentu menjadi bahan permenungan tersendiri, terutama bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari arti persahabatan di zaman ini. Persahabatan sejati yang dalam pengertiannya dapat memerjelas pemahaman akan eksistensi persahabatan itu sendiri. Melalui Plato dalam dialog antara Sokrates dengan Lysis, akan semakin diperjelas arti dari persahabatan sejati, serta apa tujuan dari persahabatan itu. Sehingga dalam menjalin suatu relasi persahabatan dapatlah diperoleh salah satu model persahabatan yang ideal menuju pada suatu kebaikan.